Jumat, 30 Maret 2012

POTRET KONSERVASI: MONITORING TERUMBU KARANG DI TWL TELUK KUPANG

POTRET KONSERVASI: MONITORING TERUMBU KARANG DI TWL TELUK KUPANG: Lampiran : Laporan Pelaksanaan Perlindungan Hutan dan Konseervasi Alam Kepada : Ke...

MONITORING TERUMBU KARANG DI TWL TELUK KUPANG


Lampiran
:
Laporan Pelaksanaan Perlindungan Hutan dan Konseervasi Alam
Kepada
:
Kepala Bidang KSDA Wilayah I Soe
Dari
:
Isai Yusidarta, ST./NIP. 710034848/PEH Pertama
Kegiatan
:
Menganalisis data “Analisa Data Monitoring Terumbu Karang di TWAL Teluk Kupang Hingga Tahun 2004 Untuk Menunjang Wisata Bawah Air”.
Tempat
:
TWAL Teluk Kupang dan Kantor Bidang KSDA Wilayah I Soe
Hasil
:
Laporan  Analisa Data Monitoring Terumbu Karang di TWAL Teluk Kupang Hingga Tahun 2004 Untuk Menunjang Wisata Bawah Air”.

“Analisa Data Monitoring Terumbu Karang di TWAL Teluk Kupang Hingga Tahun 2004 Untuk Menunjang Wisata Bawah Air”.
1.   Pendahuluan
Kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang ditunjuk sebagai salah satu kawasan pelestarian alam berdasarkan Surat Keputusan menteri Kehutanan nomor 18/KPTS-II/1993 tanggal 28 Januari 1993 dengan luas 50.000 ha, yang terbentang sepanjang pantai Teluk Kupang, Pulau Burung, Pulau Kera, Pulau Kambing, Pulau Tabui, dan Pulau Semau.
Kawasan Teluk Kupang merupakan kawasan Marine Coastal Management Area (MCMA) di Propinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki sumber daya alam yang sangat kaya, seperti pantai pasir putih, terumbu karang, padang lamun, perikanan, bahan galian tambang, dan hutan mangrove. Hasil penelitian LIPI Ambon dan PSL Undana (1995) menunjukkan terumbu karang di Teluk Kupang sangat tinggi yaitu 160 jenis yang mewakili 115 famili, sedang sumber daya hayati dijumpai 203 jenis ikan yang mewakili 32 famili. Ikan – ikan yang diminati meliputi ikan target 28 jenis dan kelompok ikan lain atau ikan-ikan hias 119 jenis.
Dari keanekaragaman potensi yang ada dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata alam, wisata bahari, wisata budaya dan wisata ilmiah. Kegiatan – kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam pengusahaan wisata meliputi memancing, koleksi kerang, beach cobing, berenang, selancar angin, boating, sailing, cruiser liner, ski air, parasailing, snorkle dan scuba diving.
2.   Permasalahan Terumbu Karang di TWAL Teluk Kupang
Dari pengembangan potensi ekowisata bawah air (underwater) yang dapat dilaksanakan, tidak dapat dipungkiri ada kenyataan sebalikanya yang bersifat merusak kawasan terumbu karang. Permasalahan yang saat ini juga melanda dan ada kemungkinan terjadi peningkatan kerusakan terumbu karang di perairan Teluk Kupang adalah sebagai berikut
a.       Terjadinya peningkatan aktivitas masyarakat/ penduduk dan meningkatnya jumlah pemukiman di kawasan pesisir pantai. Kondisi ini berpotensi sebagai penyumpang pencemaran berupa limbah pemukiman dan sampah rumah tangga terutama plastik. Hal ini disebabkan pemukiman yang menyebar melingkari Teluk Kupang dan keterbatasan kemampuan sistem penanganan sampah.
b.      Masih sering dijumpai pemboman ikan yang mempunyai nilai komersial tinggi. Pemboman hanya membutuhkan waktu kurang dari 30 detik untuk membunuh ikan dan merusak dan membalikkan terumbu karang.
c.       Penggunaan sianida (KCN : kalium cyanida/ potas) ikan-ikan hias yang bernilai tinggi seperti Napoleon dan ikan komersial ekonomi untuk dijual dalam keadaan hidup. Potas dengan konsentrasi rendah dapat membuat ikan lemas dan mudah ditangkap. Tetapi potas mebuat polip karang mati walau dalam konsentrasi rendah sekalipun.
d.      Penggunaan jangkar yang tidak pada tempatnya saat perahu buang sauh dapat merusak terumbu karang. Dapat dihitung berapa jumlah kapal yang melaut setiap hari dan berapa kali jumlah buang sauh yang dapat merusak dan membalikkan terumbu karang.
e.       Penggunaan jaring trawl pada wilayah demersal dapat menjaring dan mengangkat terumbu karang serta menjaring biota-biota yang sebenarnya bukanyang dicari, dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati karang dan biota lainnya,
f.       Penambangan karang sebagai bahan pembuatan kapur bangunan dan pembakaran kapur oleh penduduk untuk membuat bangunan rumah.
g.      Kegiatan makameting pada saat air surut untuk mencari kerang dan ikan dengan membalikkan karang dan injakan kaki membuat karang patah.
h.      Dari aktivitas pengambilan karang dari alam untuk cindera mata bagi wisatawan dan industri akuarium dengan mematahkan terumbu karang akan membunuh karang.
i.        Aktivitas penyelaman sering kali dilakukan pada lokasi terumbu karang tertentu dan spesifik sehingga diperlukan perahu dan dapat dihitung berapa kali perahu buang sauh. Snorkling  mengakibatkan rusaknya terumbu karang lebih parah. Penelitian menunjukkan bahwa patahnya karang-karang bercabang lebih banyak terinjak oleh orang yang melakukan snorkling saat istirahat tidak bergerak. Seringkali wisatawan mengambil karang hias dan akar bahar saat penyelaman.
j.        Pembuangan air sisa kapal yang akan bersandar di pelabuhan Tenau ditengah perairan Teluk Kupang serta pencemaran minyak dari kapal-kapal yang bersandar. Juga pemcemaran dari industri yang berkembang di sekitar pelabuhan terutama limbah cair dari pabrik semen kupang.
k.      Pembangunan dinding pemecah ombak, jetti di sepanjang pantai mengakibatkan perubahan arus air laut, menghambat aliran makanan (rum off) dari daratan. Arus air laut yang terhambat menyebabkan penumpukan sedimen sehingga perairan dangkal dan dapat mengubur dan membunuh polip karang
l.        Kurang tersedianya data serta informasi yang diperlukan baik data tentang aspek biofisik (lingkungan fisik), sosial ekonomi dan budaya.
3.   Potensi Wisata Bahari Terumbu Karang di TWAL Teluk Kupang
Pariwisata alam merupakan kegiatan yang bersifat non ekstraktif (pemanfaatan potensi estetika). Potensi wisata Teluk Kupang yang dapat ditawarkan dalam bentuk 3S yaitu Sun, Sand dan Sea atau dikenal dengan sebutan 3 S, Sinar –Surya, Pasir dan Laut.
Berkaitan dengan potensi 3 S, perairan Teluk Kupang memiliki hamparan pasir putih yang cukup luas pada pesisir pantai yang landai dengan lebar pantai rata-rata 39 – 55 m dan kemiringan 40. Tipe pantai selain kemiringan landai dan lebar, juga pada lokasi pengamatan detail pada umumnya ditemukan pantai berpasir dengan jenis sedimen mulai dari very coarse sand – coarse sand dan warna coklat muda - terang. Tipe pantai ini lebih cocok untuk pengembangan obyek wisata pantai jenias beach, yaitu unit pesisir pantai yang mampu menunjang kegiatan pariwisata pantai. Wisata pantai ini dapat ditemui di Pantai Lasiana, Manikin, Namonsain dan Paradiso.
Potensi lain yang dapat mendukung kegiatan pariwisata pantai ini adalah tingginya keanekaragaman hayati dari ekosistem terumbu karang dan fauna yang terdapat di dalam periran Teluk Kupang. Ninef (2000) mereview hasil penelitian di perairan NTT selama kurun waktu 1995 ‑ 2000 menunjukkan bahwa jumlah spesies karang yang teridentifikasi sebanyak 220 spesies yang terdiri dari 60 genus dan 17 famili. Jenis karang keras yang umum dijumpai di perairan Teluk Kupang antara lain karang genus Acropora, Echinopora, Porites, Turbinaria, Montipora dan Faviidae (PKSPL4PB, 1997)
Tabel 1. Potensi pengembangan jenis-jenis kegiatan pariwisata
Jenis kegiatan
Faktor pendukung
Kano/ sampan/ perahu layar


Perairan yang landai dengan dasar laut yang landai, relatif aman.
Tersedianya sampan yang relatif banyak di setiap penduduk
Angin cukup kuat untuk meniup layar perahu
Memancing
Tersedianya ikan-ikan komersial
Snorkling, diving dan perahu kaca
  
Hamparan terumbu karang
Hamparan lamun dan rumput laut
Ikan hias dan ikan karang serta biota lainnya
Melihat dan mengejar atraksi lumba-lumba
Adanya populasi lumba-lumba hidung botol

Terumbu karang di perairan Teluk Kupang dan sekitarnya, termasuk kategori terumbu tepi/pantai (fringing reef) yang tersebar disepaniang pesisir pulau Timor dan pulau‑pulau lainnya. Luas terumbu karang di Teluk Kupang berdasarkan analisis sistem informasi geografi adalah 72,27 km2. Karakteristik terumbu tepi di teluk Kupang adalah memiliki rataan terumbu (reefflat) yang sempit dengan lereng terumbu yang landai hingga terjal. Hal ini sangat cocok untuk atraksi snorkling dan diving. Sedangkan potensi pengembangan lainnya dapat dilihat pada tabel 1 di atas.
4.   Analisa Data Monitoring Terumbu Karang di TWAL Teluk Kupang
4.1 Kualitas Air Perairan Terumbu Karang TWAL Teluk Kupang
Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air pada 3 (tiga) lokasi di perairan terumbu karang Teluk Kupang menunjukkan masing‑masing parameter hampir tidak berbeda antar lokasi. Parameter kualitas air yang diukur meliputi pH, oksigen terlarut, temperatur dan salinitas, umumnya masih dalam batas toleransi yang mendukung pertumbuhan terumbu karang Teluk Kupang (Tabel 2).
Tabel 2.  Data Hasil Pengukuran Parameter Ktialitas Air Perairan Terumbu Karang Teluk Kupang

pH,
DO (ppm)
Suhu (0C)
Salinitas
1. Semau
8,24
9,30
29,3
31,0
2. Pulau Kera
8,26
8,11
29,1
32,7
3. Pasir Panjang
8,40
7,89
29,4
32,6
Keterangan :                 Sumber : hasil monitoring (2004)

4.2 Komponen Penyusun Ekosistem Terumbu Karang TWAL Teluk Kupang
Terumbu karang Teluk Kupang tersusun atas komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik meliputi pasir, substrat, dan karang mati (meliputi patahan karang/ruble dan karang yang terbalik). Sedangkan komponen biotik terutama karang keras, karang lunak, alga, sponge dan biota bercangkang CaCO3 lainnya.
Hasil analisa persentase penutupan komponen penyusun terumbu karang di perairan Teluk Kupang dan sekitamya disajikan pada tabel 3


.
Tabel 3. Persentase komponen penyusun ekosistem terumbu karang
Lokasi
P. Kera
P. Semau
Pasir Panjang
Komponen Penyusun
Ekosistem Terumbu Karang
3
10
3
10
3
10
Koral hidup
21,6
25,1
30
29,7
14,7
-
Koral mati
41
32,5
36,5
22,2
19,6
-
Karang lunak
7,3
5
3,3
15,7
8,2
-
Alga
0
0
3,7
0
11,7
-
Rumput laut
17,3
0
0
0
0
-
Zoantid
0,4
0
0,3
0
0
-
Sponge
0
1,4
1,8
5,8
0
-
Kima
0,2
0
1,2
0
0
-
Substrat
3,5
11,2
7,5
13,9
31
-
Sand
8,7
22
7,5
9,6
14,3
-
OT
0
2,8
8,2
3,1
0,5
-
 Jumlah
100
100
100
100
100
-
Keterangan : - : tidak dilaksanakan       
Sumber : hasil olah data monitoring (2004)
Tabel 4. Persentase komponen abiotik dan biotik pada ekosistem terumbu karang di Teluk Kupang
Komponen penyusun
Kedalaman
Rata-rata
3 m
10 m
Abiotik
56,53
55,70
56,12
Biotik
43,47
44,30
43,88
Keterangan : Sumber : hasil olah data monitoring (2004)
Secara keseluruhan, komponen abiotik memiliki nilai persentase penutupan lebih tinggi dari komponen biotik pada areal terumbu karang Teluk Kupang. Persentase penutupan komponen abiotik sebesar 56,12 % sedangkan komponen biotik 43,88 %. Kondisi ini sangat memprihatinkan, dengan komponen biotik yang lebih tinggi presentasenya, maka dapat ditebak tidak ada keseimbangan ekologi dan juga telah terjadi degradasi ekosistem terumbu karang dan telah terjadi kerusakan lingkungan. Dengan membandingkan antara tabel 4 dan tabel 5, dapat dilihat bahwa tingginya persentase komponen abiotik lebih banyak disebabkan tingginya terumbu karang (koral) mati, baik dalam bentuk patahan karang, karang terbalik, maupun pemutihan karang. Dari hasil monitoring kematian karang ini diakibatkan adanya pemboman dan peracunan ikan.
Membandingkan berdasarkan kedalaman, persentase komponen abiotik kedalaman 3 meter lebih tinggi dibandingkan kesalaman 10 meter dan persentase komponen biotik lebih rendah dibandingkan kedalaman 10 meter. Dapat diduga karena letak yang lebih dekat dengan daratan dan lebih mudah dijangkau oleh manusia terutama pada saat pasang surut, maka berbagai aktivitas seperti pengumpulan rumput laut alam di Pulau Kera, makameting, penggalian batu karang lebih mudah dilakukan.
Tabel 5. Perkembangan komponen penyusun terumbu karang di perairan Teluk Kupang tahun 1995 – 2004 (persentase)
Komponen Penyusun Terumbu Karang
19951
19992
20023
20044
Karang hidup5
33,34
32,95
35,58
32,12
Karang mati6
0,004
0,03
2,26
30,36
Algae7
23,24
26,28
11,99
6,5
Fauna lain8
25,6
30,26
15,15
5,14
Komponen abiotik9
17,6
17,88
35,02
25,84
Keterangan : 1      diolah dari Whouthyzen, dkk (1995)
                            2      diolah dari Sukarno, dkk (1999); Ninef, dkk (1999a); Ninef, dkk (1999b)
                                3      hasil penelitian CRITC, NTT
                                4      hasil olah data monitoring 2004
5         karang keras + karang lunak
6         patahan karang, karang terbalik dan pemutihan karang
7         truf algae, macro algae, coralin algae dan rumput laut
8         zoantid, kima, gorgonian dan OT
9         sand (pasir) dan substrat
Berdasarkan data perkembangan komponen penyusun terumbu karang tahun 1995 hingga 2004 seperti tersaji tabel 5  dengan difokuskan perubahan tahun 2002 – 2004 terjadi penurunan penurunan persentase karang hidup, kenaikan prosentase karang mati yang pesat, penurunan fauna lain penghasil CaCo3 dan komponen abiotik (substrat dan pasir), patut diduga telah terjadi tekanan terhadap lingkungan alami terumbu karang.
Berdasarkan data aktivitas sosial ekonomi masyarakat, penurunan komponen abiotik lebih banyak dimungkinkan pengambilan untuk bahan bangunan pondasi, karena banyak toko bangunan yang menawarkan penjualan batu koral (iklan di koran-koran lokal seperti pos kupang). Karena substrat koral sangat keras dibandingkan koral itu sendiri. Hal ini juga patut diduga dengan penambangan pasir yang dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai walaupun sudah dilakukan pelarangan oleh pemerintah daerah (dapat dilihat aktivitas penambangan di belakang POM Bensin Oesapa).
Penurunan persentase fauna lain, lebih banyak karena nilai ekonomis yang sangat tinggi, sehingga banyak orang memburu misalnya Kima. Kima banyak diminati oleh rumah makan yang menyediakan sajian sea food. Biasanya kima karang, menyukai tempat settlement diantara rongga karang pada karang masif atau sela-sela karang bercabang. Sehingga untuk mengambilnya barus menghancurkan keberadaan karang.
Untuk menarik para peminat ikan segar rumah-makan dan restaurant lebih suka menyajikan ikan hidup dan lobster, karena pasti terjamin kesegarannya. Namun dalam penangkapan untuk mendapatkan ikan hidup dari nelayan sangat sulit apaladi hidupnya ada diantara sela-sela karang. Satu-satunya jalan adalah dengan membuat ikan menjadi “mabuk dan lemas” menggunakan potas konsentrasi rendah. Demikian halnya dalam penangkapan ikan hias terutama clown fish dan napoleon (Amphiprion sp) yang sangat digemari kolektor akuarium air laut. Potas akan meracuni polip karang dan membunuhnya sehingga dengan tiadanya polip hanya akan meninggalkan warna putih pada karang.
Penurunan algae sebenarnya merupakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi karang. Karena algae merupakan kompetitor karang dalam hal pemanfaatan ruang dan cahaya matahari yang masuk keperairan dalam. Bahkan algae digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan perairan. Akan tetapi penurunan algae ini pada perairan Teluk Kupang terjadi penurunan karang hidup. Hal ini diduga karena penurunan algae karena adanya pengambilan algae dari kelompok rumput laut yang bernilai ekonomis. Di lokasi Pulau Kera banyak pengumpul rumput laut pada kedalaman 3 meter dan mereka mengumpulkan rumput laut pada saat surut, dan menginjak-injak karang sehingga karang menjadi patah. Pada lokasi ini persentase penutupan rumput laut mencapai 17% dan sebenarnya jika dibuka dan diambil rumput lautnya, nampak jelas dibawahnya terdapat patahan karang dari acropora dan karang bercabang.
4.4. Penutupan Karang Hidup
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap koloni karang hidup ditemukan 14 bentuk pertumbuhan koloni karang hidup yaitu Acropora bercabang (ACB), Acropora digitata (ACD), Acropora encruisting (ACE), Acropora massif (ACM), Acropora submasif (ACS), Acropora tabulate (ACT), karang bercabang non Acropora (CB), karang encrusting (CE), karang foliose (CF), karang massif (CM), karang meliopora (CME), karang jamur (CMR), karang submasif (CS), dan karang lunak (CS).
Tabel 6.     Kondisi persentase penutupan karang hidup menurut skala kondisi persentase penutupan terumbu karang menurut Gomes dan Alcala, 1984
No
Reef     life form
P. Kera
P. Semau
Pasir Panjang
Rerata
3
10
3
10
3
10
1
ACB
10,1
1,7
4,2
7,8
1,1
-
4,98
2
ACD
0,5
1,7
2,4
0
1,5
-
1,22
3
ACE
0
0
0,5
1,1
0
-
0,32
4
ACM
0
0
0
0,2
0
-
0,04
5
ACS
0
0
0,8
0
0,7
-
0,3
6
ACT
0
3,4
2,8
2
0,9
-
1,82
7
CB
0
0,1
4,4
0,2
0
-
0,94
8
CE
0
2,6
1,3
0,9
2
-
1,36
9
CF
0
1,1
0,6
1,5
0,6
-
0,76
10
CM
3,8
11,1
6,2
10,1
6,8
-
7,6
11
CME
0,4
0
0
0,3
0
-
0,14
12
CMR
0,5
0
2,1
0,4
0,7
-
0,74
13
CS
6,3
3,4
4,7
5,2
0,4
-
4
14
SC
7,3
5
3,3
15,7
8,2
-
7,9
Total hard koral
21,6
2
25,1
2
30
2
29,7
2
14,7
1
-
24,22
1
Total
Karang hidup
28,9
2
30,1
2
33,3
2
45,5
2
22,9
1
-
32,12
2
Keterangan : 1. buruk (0 - 24,9%); 2. sedang (25 – 49,9%); 3. bagus (50 – 74,9%); 4. sangat bagus (75 – 100%) skala kondisi persentase penutupan terumbu karang menurut Gomes dan Alcala, 1984)
Secara menyeluruh bentuk pertumbuhan koloni karang lunak menutupi area substrat dasar lebih luas dibandingkan dengan bentuk pertumbuhan lainnya dengan persentase penutupan sebesar 7,9%. Sedangkan untuk karang keras persentase penutupan tertinggi adalah bentuk pertumbuhan koloni karang massif 7,6%, Acropora bercabang (4,98%), karang sub masif (4%), acropora tabulate (1,82%), karang encrusting (1,36%), Acropora digitata (1,83 %) dan karang bercabang non acropora (0,94%).
Bentuk pertumbuhan koloni karang lunak, karang masif, acropora bercabang, karang sub massif, Acropora tubulate, karang encruisting, acropora digitata dan karang bercabang merupakan bentuk pertumbuhan yang paling umum ditemukan di perairan Teluk Kupang mulai perairan dangkal.
Dari table 7 memperlihatkan bahwa persentase penutupan karang hidup (Hard coral + soft coral) berkisar antara 22,9 – 45,5%. Kondisi ini memperlihatkan persentase penutupan karang hidup di perairan Teluk Kupang berada dalam skala buruk hingga sedang, dengan rerata kondisinya sedang (32,12%). Apabila hanya diperhitungkan kondisi persentase penutupan hard coral hidup lebih parah lagi, berkisar antara 14,7 – 30%. Kondisi ini memperlihatkan persentase penutupan hard coral hidup di perairan Teluk Kupang berada dalam skala buruk hingga sedang, dengan rerata kondisinya buruk (24,22%). Hal ini sangat memprihatinkan, karena fungsi hard coral selain memiliki nilai estetika, juga sebagai pemecah ombak sebelum mencapai tepian pantai. Apalagi karakteritik terumbu karang pantai Teluk Kupang adalah karang tepi yang berada pada paparan benua/pulau, sehingga fungsinya memecah ombak pada tepian pantai.
Hasil monitoring ini apabila dibandingkan dengan monitoring yang dilakukan oleh peneliti lain dapat dilihat perbandingannya pada table 7.
Tabel 7.     Perkembangan persentase penutupan karang hidup (hard coral) menurut kedalaman selama tahun 1995 - 2004
Kedalaman
19951
19992
20023
20044
3
35,40
34,98
40,53
22,10
10
31,28
31,57
30,62
27,4
Rerata
33,34
33,28
35.57
24,22
Keterangan : 1      diolah dari Whouthyzen, dkk (1995)
                        2      diolah dari Sukarno, dkk (1999); Ninef, dkk (1999a); Ninef, dkk (1999b)
                        3      hasil penelitian CRITC, NTT
                        4      hasil olah data monitoring 2004
Menurut tabel 7, perkembangan terumbu karang di perairan Teluk Kupang dari tahun 1995 – 2004 menunjukkan kecenderungan terjadinya degradasi, baik pada kedalaman 3 meter maupun 10 meter. Hingga tahun 2004 terjadi penurunan yang signifikan. Tekanan terberat dialami pada terumbu karang kedalaman 3m. Pada kedalaman 3 meter merupakan kedalaman paling mudah dijangkau oleh aktivitas manusia apalagi pada saat air laut surut. Melakukan pengambilan rumput laut, makameting yang menginjak dan mematahkan terumbu karang, lebih mudah menambang karang pada kedalaman 3 meter tanpa bantuan alat pernafasan, pengambilan pasir laut, koleksi terumbu karang dan lain-lain. Ini menunjukkan usaha instansi pemerintah belum cukup optimal dalam rangka penyadaran kepada masyarakat akan program “Selamatkan Terumbu Karang Sekarang Juga”.
5.   Penutup
5.1 Kesimpulan
1.      Kualitas air perairan terumbu karang Teluk Kupang menunjukkan nilai kisaran yang masih dalam batas toleransi dan belum mempengaruhi kondisi terumbu karang. Karakterisfik massa air memperlihatkan nilai pH yang relatif lebih tinggi darl nilai pH normal, suhu dan salinitas relatif rendah dengan kelarutan oksigen yang tinggi.
2.      Kondisi terumbu karang di perairan Teluk Kupang, berdasarkan persentase penutupan komponen penyusun terumbu. karang memperlihatkan bahwa secara umum komponen abiotik mendominasi penutupan substrat dasar dengan persentase 56,23% dan biotic 43,88%.
3.      Berdasarkan penutupan karang hidup, kondisi terumbu karang perairan Teluk Kupang termasuk kategori sedang dengan rata‑rata penutupan karang hidup (hard coral dan soft coral) sebesar 32,12%. Sedang hard coral rata-rata persentase penutupannya 24,22% termasuk dalam kategori kondisi jelek. Didominasi oleh bentuk pertumbuhan karang masif karang bercabang (Acropora dan non­ Acropora) dan karang lunak.
4.      Kondisi terumbu karang Teluk Kupang selama periode 1995 ‑ 2004, menunjukkan adanya kecenderungan penurunan persentase penutupan karang hidup. Hal ini menunjukkan peningkatan tekanan lingkungan ekosistem terumbu karang perairan Teluk Kupang akibat peningkatan aktivitas manusia di pesisir dan ekosistem itu sendiri.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dan fakta yang ditemukan dilapangan untuk menunjang potensi ekowisata bawah air (underwater) maka dapat di ungkapkan beberapa saran sebagai berikut:
1.   Berbagai bentuk kegiatan pemanfaatan ekosistem dan sumber daya terumbu karang yang bersifat merusak perlu dikurangi dan dibatasi, terutama pada lokasi yang sedang mengalami pemulihan dari kerusakan yang pernah dialaminya.
2.   Perlu dilakukan kegiatan pemantauan kondisi terumbu karang berkesinambungan.
3.   Perlu dilakukan upaya rehabilitasi melalui terumbu karang buatan, transplantasi karang dan gabungan kedua teknik pada lokasi yang mengalami tekanan pemanfaatan yang tinggi dan pemulihan yang berlangsung lambat, untuk mempertahankhn fungsi sistem terumbu karangnya.
4.   Perlu ditingkatkan patroli atau pengawasan oleh instansi/aparat yang berwenang terhadap berbagai aksi yang merusak terumbu karang.