Kamis, 25 Januari 2024

PERCAYAKAN WISATA SLOWCATION DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

 

Struktur karang mati jangan diambil, ia bisa menjadi substrat bagi individu polip karang lainnya 

Pernah bertugas di Taman Nasional Karimunjawa (TNkj) 2014 – 2019 dan kembali lagi mulai Mei 2023 hingga saat ini, menyaksikan di tapak mulai terjadi perubahan cara berwisata oleh wisatawan. Perubahan ini terlihat sangat jelas ketika mengamati wisatawan asing. Wisatawan Nusantara pun juga telah melakukannya, walaupun tidak dominan. Ciri khas yang tampak pada perubahan tersebut adalah lama tinggal yang lebih panjang (sekitar 7 hari), tidak menggunakan guide, tidak bergerombol dalam jumlah massal (biasanya kurang dari 5 orang), sering memanfaatkan teknologi (membuka gadget), tidak terburu-buru, sering stay /mampir satu lokasi dalam waktu lama, berjalan kaki, bersepeda atau menggunakan kendaraan paling tinggi adalah motor bukan mobil, sering bertanya ke penduduk lokal dan melakukan transaksi sendiri akomodasi dan berbagai keperluan sehari – hari.

Wisata Slowcation

Mengapa tipe wisatawan tersebut mempunyai ciri-ciri seperti di atas? Cara berwisata di atas muncul dari ide liburan santai dan penuh kesadaran. Mereka merencanakan untuk tidak membuat tubuh dan pikiran lebih lelah karena tergesa-gesa dikejar oleh waktu untuk menyelesaikan schedule time wisatanya. Jadi mereka merancang perjalanannya jauh-jauh hari dan matang banget.

Mereka menitikberatkan wisata yang tenang, reflektif dan menikmati setiap titik moment perjalanan tanpa buru-buru. Mereka ingin mendapatkan nilai lebih tanpa membuat badan capek. Mereka ingin mendalami suatu nilai yang berguna pada lokasi yang dikunjungi, daripada mengikuti aktivitas sejumlah aktivitas yang tercantum dalam itinerary yang padat. Bahkan mereka dapat menambah lama tinggal untuk menyelesaikan nilai tersebut.

Konsep mereka tentunya bertentangan dengan gaya wisata yang buru-buru, mengikuti jadwal itinerary dan kontrak wisata yang dibuat sebelum perjalanan. Kosep ini tentunya tidak sejalan dengan paket wisata konvensional yang pakem menjalankan itinerary yang disetujui. Konsep tipe ini disebut dengan wisata slowcation yang berasal dari kata slow (artinya lambat) dan vacation (liburan) atau dengan kata lain “wisata santai” serta akan menjadi tren pada tahun 2024.

Mengapa TNKj?

Melalui surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 74/Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001 telah menetapkan Taman Nasional Karimunjawa dengan luas 111.625 Ha (daratan P. Karimunjawa : 1.285,50 Ha, daratan P. Kemujan : 222,20 Ha dan perairan laut : 110.117,30 Ha). Luasan tersebut terdiri dari 5 ekosistem yaitu hutan hujan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, lamun dan terumbu karang. Kelima ekosistem ini menyediakan pemandangan alam (scenery beauty) dan  keanekaragaman hayati (kehati). Pemandangan alam dan kehati yang banyak memberikan keanekaragaman pilihan tujuan berwisata, sehingga wisatawan tidak bosan untuk mengeksplorasi.

Tata ruang Kabupaten Jepara yang saat ini berlaku, menyatakan Karimunjawa sebagai kawasan lindung. Mmenegaskan kawasan TNKj sebagai kawasan konservasi dalam bentuk kawasan pelestarian alam yang harus dijaga melalui prinsip 3 pilar konservasi yaitu pemanfaatan yang mendukung usaha-usaha perlindungan dan pengawetan. Penetapan TNKj sebagai kawasan strategis pariwisata nasional sangat bersinergi dengan prinsip konservasi. Maka pariwisata ramah lingkungan adalah salah satu kunci pelaksanaannya.

Kehati Darat

TNKj adalah surga burung migran dari Asia maupun Australia tercatat 22 spesies. Bird watching, pengamatan burung migran memberikan sensasi yang berbeda tiap periode migrasi burung. Mendapatkan foto burung yang mempunyai tagging memberikan kado ilmiah, bukti burung bermigrasi. Macaca fascicularis Karimoendjawae merupakan monyet ekor panjang endemik yang dapat ditemui dengan mudah. Memasang camera trap pada kawasan hutan, selain memberikan kesehatan jasmani juga memberikan foto kenangan binatang nokturnal yang menjadi amanat penetapan TNKj yaitu Rusa Timor, Musang, Landak, dan Tikus Pohon Ekor Polos. Juga bisa mendapatkan anjing liar yang menjadi alien spesies. Jika datang pada saat bunga bermekaran maka bisa menemukan 23 jenis kupu-kupu, termasuk yang endemik yaitu  Euploea crameri Karimondjawaensis, Euploea Sylvester Karimondjawaensis dan Idea leuconoee Karimondjawae. Pohon utama yang wajib diamati dan dibawa bagiannya sebagai souvenir hasil kerajinan masayarakat yaitu Santigi, Kalimasada dan Dewandaru adalah oleh-oleh ikonik TNKj.

Kehati Laut

Penyu Sisik dan Penyu Hijau merupakan reptil purba yang dapat dijumpai jika beruntung pada saat penyelaman. Kalau tidak bisa datang ke PSA (Pelestarian Semi Alami) Penyu Legon Janten yaitu lokasi penetasan penyu. Jika ada stock tukik siap untuk dilepaskan, wisatawan dapat melepasliarkan tukik dengan waktu menjelang maghrib atau sebelum matahari terbit. Ketika menyelam di seluruh perairan TNKj mempunyai peluang menjumpai 64 genera karang dan 353 spesies ikan, 5 jenis kima dan 15 spesies teripang. Penyelaman berkali-kali diperlukan untuk mengekplorasi falsafah kehidupan bawah laut, memerlukan waktu tinggal yang panjang.

Wisata Pulau

Terdiri dari 18 pulau yang telah berkembang menjadi pulau resort wisata private maupun umum, dan belum dikembangkan. Sebanyak 4 pulau berpenghuni yaitu Pulau Karimunjawa, Kemujan, Parang dan Nyamuk yang garis pantainya pun sudah dan dapat menjadi destinasi wisata. Mulai dari pantai Boby, Ujung Gelam, Batu Topeng, Barakuda hingga Batu Karang Pengantin. Banyaknya pulau yang dapat dikunjungi, memberikan sensasi tersendiri ciri khas setiap pulau dan pantai yang berbeda, menimbulkan hasrat memilih dan akhirnya ingin mengunjungi semuanya. Bagi konten kreator wisata pantai di TNKj memberikan background foto dan videonya, mampu menterjemahkan keinginan yang disampaikan dan selaras dengan caption dalam media sosialnya.

Wisata Budaya

Komposisi penduduk dan perkampungan yang dihuni oleh 6 suku yaitu jawa, madura, bugis, bajo, buton dan mandar memberikan nuansa tersendiri. Suku-suku tersebut memberikan warna pada seni dan budaya yang majemuk dan tidak membosankan. Event pertunjukan seni dan budaya sering kali dipertunjukkan pada waktu-waktu tertentu. Mengunjungi tiap perkampungan berlatar suku, memberikan rasa keingintahuan tinggi mempelajari budaya dan kehidupan mereka, sehingga acapkali melupakan waktu untuk kembali ke tempat asal.

Bukan Pulau Kecil yang Krisis

TNKj sebagai tujuan wisata belum dan tidak lagi mengalami krisis yang biasa dialami wisatawan di pesisir pulau-pulau kecil yang jauh dari pulau daratan jawa yaitu air tawar, pangan, energi dan akses. Keempat krisis tersebut hingga saat ini sudah bisa diatasi walaupun belum 100%. Tidak ada lagi penggiliran nyala listrik, air tawar tersedia di hotel dan homestay, banyak warung makan dan restoran buka setiap hari dan jaringan internet pendukung komunikasi lancer. Transportasi laut dan udara siap melayani sesuai dengan kemampuan finansial wisatwan. Hal tersebut meningkatkan kenyamanan berwisata.

Suasana Kebatinan Alam

Kebatinan mendalam atas suasana dan kondisi alam TNKj memberikan nilai permenungan bagi visitor untuk meluapkan emosi kejiwaannya. Hal ini cocok untuk aktivitas wisata healing. Lambaian hijaunya pepohonan di bukit, nyanyian deburan ombak laut, terapi air laut yang biru, asupan protein ikan laut yang segar bagi tubuh dan jauhnya hiruk pikuk kota dan suasana kerja  dapat memberikan bentuk penyembuhan diri untuk mendapatkan ketenangan jiwa, perasaan, batin dan pikiran.

Kondisi - kondisi di atas yang dicari para wisatawan dan pasti berkeinginan tinggal dalam waktu yang lama. Salah satu pemilik perusahaan yang berada di kota besar di Jawa, mengendalikan pengelolaan usahanya sehari-hari dari tempat “tinggalnya” di TNKj. Menurutnya, suasana di TNKj memberikan dorongan sehat untuk mendapatkan ide mengelola perusahaan dan meredakan gejolak hati, pikiran dan batin.



Belajar transplantasi karang merupakan salah satu jalan menuju wisata slowcation


Belajar pengelolaan rumput laut dan membaca peluang bisnis pengolahannya



       Jalan sehat - santai - senyum di trakking mangrove kemujan, meningkatkan imun wisatawan



Pengamatan aktivitas kehidupan nelayan dalam mengelola hasil tangkapan dari perairan Taman Nasional Karimunjawa



Senin, 22 Januari 2024

WISATA SET JETTING TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

 

Tanggal 22 Desember 2024, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo memproyeksikan empat tren pariwisata di tahun 2024, salah satunya adalah set jetting. Taman Nasional Karimunjawa (TNKj) menyediakan jasa lingkungan berupa “set jetting”. Set jetting sebenarnya adalah lokasi – lokasi atau tempat mengambil video atau foto atau istilah padatnya adalah tempat-tempat syuting film pernah ambil oleh professional maupun amatir.

Lokasi yang bagaimana? 1. Pemandangan landscape yang cantik, biasanya ada sun-rise, sun-set, pasir putih, bebatuan besar, deburan ombak, laut biru, langit cerah – teduh, perbukitan hijau, dan sebagainya. 2. Unik seperti air terjun, aliran sungai yang jernih dan penuh ikan 3. Ikonik, satwa utama (animal flagship – contoh : gajah, komodo, penyu, hiu paus) dan pohon-pohon besar. 4. Mempunyai nilai sejarah dan budaya seperti petilasan penyebaran agama dan rumah adat. 5. Kreasi manusia yang memenuhi syarat “rasa terbaik” untuk melakukan pengambilan gambar atau video (swafoto).

Lokasi Set Jetting di TNKj

Pertama, deretan pantai desa Karimunjawa dan Kemujan mulai berjejer mulai Pantai Boby, Ujung Gelam, Batu Topeng, Anora, Hadirin hingga Batulawang. Kedua, Pantai pesisir pulau kecil seperti Cemara, Cilik, Menyawakan Menjangan Besar, Menjangan Kecil, Geleyang, Burung, Nyamuk sampai Parang. Ketiga, untaian gosong pasir yang jumlahnya mencapai puluhan buah. Keempat, gugusan terumbu karang ditiap pulau dan gosong pasir. Kelima, babagan mangrove yang tersebar di keempat desa dan trakking mangrove di Desa Kemujan. Keenam, ini merupakan area wisata religi yang terdapat pada area hutan hujan dataran rendah. Ketujuh, wisata terbatas yang menyediakan scannery beauty (pemandangan landscape) ke arah laut lepas di zona rimba hutan hujan dataran rendah di Pulau Karimunjawa. Kedelapan, penetasan penyu semi alami di Legon Janten yang menyediakan animal flagship yaitu penyu.

Kedelapan bagian dari set jetting TNKj, yang paling banyak beredar pada video dan video konten Kreator adalah bagian pertama dan kedua serta kelima terutama traking mangrove. Mengapa? Berbiaya murah, tidak melibatkan banyak peralatan, dan tidak memerlukan skill tambahan (seperti snorkling dan diving) dan selalu ada tersedia.

Set jetting gosong pasir memerlukan pengetahuan terkait pasang surut air laut. Pergi ke gosong pasir tentunya pada saat air laut surut dan pengetahuan guide serta aplikasi pasang surut air laut sangat membantu. Terkait penetasan penyu semi alami, harus disesuaikan dengan keberadaan tukik (anak penyu) yang menetas. Jelajah zona rimba hutan hujan dataran rendah memerlukan ijin khusu karena terkait dengan pendidikan dan penelitian. Sedangkan wisata religi harus disesuaikan dengan kalender keagamaan. Gugusan terumbu karang dan perairan dalam memerlukan skil diving dan snorkling serta underwater photography.

Nilai Penting Set Jetting

Dunia media sosial (medsos), secara esensi memerlukan lokasi-lokasi yang mempunyai latar belakang premier. Lokasi wajib memberikan nilai tambah bagi story telling yang ingin disampaikan pada caption yang paling minimal. Tujuannya mencari dan meningkatkan followers. Memiliki followers yang banyak memberikan peluang untuk dipakai dalam mendukung menjual produk-produk yang memerlukan pertolongan konten kreator.

Biro-biro wisatapun, sudah pasti wajib menggunakan set jetting terbaik dalam memasarkan paket-paket wisata. Tujuannya memberikan keyakinan dan nilai kontrak kepada wisatawan bahwa penggambaran seperti itu yang dapat dinikmati. Media sosial biro wisata pun memposting set jetting yang pernah dikunjungi oleh kliennya, untuk menarik klien baru atau mendatangkan kembali klien lamanya dengan harapan sambil membawa new customer.

Bahkan guide professional, sering kali merahasiakan lokasi set jetting terhadap biro wisata maupun pemandu lainnya. Lokasi itu akan menjadi nilai tawar untuk melakukan pemanduan, sehingga klien pun akan bisa berulangkali memakali jasa kepemanduannya.

Calon wisatawan baru secara harafiah mempertimbangkan lokasi kunjungannya dengan melihat foto dan video pada postingan media sosial maupun penawaran paket wisatanya. Lokasi yang paling banyak dikunjungi dan digandrungi tentulah wisata set setting, karena memberikan kepastian akan kenikmatan yang tersedia dan tidak hoax.

Akhirnya, ini yang utama dari yang terutama menunjukkan adanya lokasi wisata set jetting pasti mendorong perputaran nilai mata uang untuk belanja wisata. Lokasi wisata set jetting mampu membantu menggerakkan aset potensial wisata menjadi riil wisata.

Pesan Lokasi Set Jetting

Wajib membawa kembali sampah yang diproduksinya ke daerah tempat tinggalnya dan tidak ditinggalkan di lokasi set jetting merupakan sumbangsih tidak ternilai. Tidak membawa, memindahkan atau merubah - memugar aset set jetting sesuai keinginan wisatawan pada saat pengambilan foto atau gambar adalah tindakan yang terhormat. Tidak memberikan makan pada satwa, ikan dan menangkapnya di lokasi set jetting adalah jiwa mulia menghargai hidupan liar. Membayar pendapatan negara bukan pajak, retribusi dan lain-lain adalah pancaran sejati jiwa nasionalisme Indonesia.

                   Dermaga PSA (Pelestarian Semi Alami) Penyu Sisik dan Hijau di Legon Janten 


    Pantai Bobi di antara Legon Waru dan Legon Lele (foto by Nurburhanuddin)

   Area Gosong Karang Kapal (foto by Nur Burhanuddin)




Jumat, 06 November 2020

MENIKMATI BAWAH LAUT PADA MALAM HARI DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

 

Oleh : Isai Yusidarta (Ka. SPTN Wilayah I)

 



Rahasia umum. Kondisi perairan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) memiliki visibility (jarak pandang) rendah. Kedalaman 1 – 3 meter visibility masih tergolong cukup bagus. Kedalaman 4 meter mulai menurun. Kedalaman 5 meter, tidak jarang dijumpai visibility hanya 2 meter kedepan, maksimal hanya 5 meter. Itu pun kalau mata tua saya, sudah terlihat samar-samar. Mau menikmati keindahan bawah laut TNKpS? Malam hari jawabannya. Bukan siang hari. Kalau siang hari pergilah yang paling dekat yaitu Taman Nasional Karimunjawa atau bahkan lebih jauh ke Bunaken atau Raja Ampat.

Pada tulisan ini, saya belum membahas pendapat saya tentang visibility perairan TNKpS. Sedang saya persiapkan tulisan lain yang mengulas pendapat saya tentang visibility yang terjadi di TNKpS berdasarkan yang saya lihat dan rasakan disaat sudah lebih dari 1 tahun ini menyelam di perairan TNKpS.

Saya hanya ingin menunjukkan bagaimana cara saya menikmati visibility rendah di perairan TNKpS. Kata kuncinya adalah NIGHT DIVE dengan bantuan sinar ber-LUMENS tinggi. SENTER dan atau STROBE EXTERNAL. Lainnya tak kalah penting adalah PEMANDU NIGHT DIVE.

Gambar 1 memperlihatkan permukaan pasir terlihat jelas ukuran bebatuan. Pantulan sinar senter yang diterima bebatuan semakin memperlihatkan batuan warna putih yang merupakan potongan dari kalsium karbonat. Kita boleh menduga batuan itu adalah pecahan karang yang terdekomposisi dengan proses yang panjang.

Terus terang saja, mata tua saya pada saat memotret kondisi ini, tidak dapat dengan jelas melihat pada kondisi in-situ. Tetapi saya tahu, hasil bidikan kamera dan bantuan senter akan menghasilkan gambar yang lebih jelas. Kondisi tersebut saya nikmati, setelah melihat di layar komputer hasil bidikan saya.

Penampakan batuan di malam hari tersebut, tidak mungkin dapat kita lihat jika kita menyelam biasa yaitu pada matahari sudah terbit. Warna tentu akan didominasi warna hijau dan biru. Penggunaan senter tidak akan cukup membantu pada siang hari.


Gambar 1 : Permukaan pasir laut di kedalaman 15 meter


 

Gambar 2. Tangan memainkan pasir

 

Gambar 3. Pasir dilemparkan dari permukaan tangan.

 

“Cahaya buatan” dari senter atau strobe eksternal akan menjadi bantuan yang sangat menakjubkan pada malam hari. Kondisi gelap diterangi cahaya putih menjadikan penyelam dapat membidikkan kamera ke obyek dan menghasilkan warna alami. Maksudnya adalah warna dari obyek akan muncul secara apa adanya dari obyek tersebut. Foto tidak perlu dibantu untuk memunculkan warna aslinya. Hal  ini dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.


Gambar 4. Penampakan warna natural pada foto dengan bantaun cahaya senter atau strobe di malam hari. Warna karang dan ikan pari bintik biru yang bersebunyi pada lubang berpasir.

Gambar 5, menunjukkan bahwa penggunaan senter pada night dive di celah-celah gua kecil pada area boulder karang, mampu memunculkan warna alami. Tampak sun flower (coral matahari), memunculkan warna apa adanya kining keemasan pada tentakel dan semburat kemerahan pada badan hydrozoid-nya. Penampakan warna pada dinding sekitar yang diterangi senter seperti apa adanya.

Rekomendasi

1.      Sudah saatnya memunculkan wisata night dive di Taman Nasional Kepulauan Seribu, untuk menikmati keunikan di bawah lautnya.

2.  Peningkatan kapasitas diver lokal untuk penyelaman malam dan under water photography.

3.    Foto malam di bawah laut sebagai souvenir wisatawan Taman Nasional Kepulauan Seribu.

 

Tenang saja, Balai TNKpS akan – sedang menuju ke arah menikmati night dive.

link IG : https://www.instagram.com/p/CHRlrz4lwQQ/?utm_source=ig_web_button_share_sheet

Rabu, 04 November 2020

MOON CRAB OR PLONGKOR (KEPITING BULAN)

  • KEPITING BULAN atau PLONGKOR
  • MOON CRAB OR PLONGKOR

  • Oleh :
  • By
  • Isai Yusidarta (Ka. SPTN Wilayah I Pulau Kelapa di Kelapa Dua - IG : yusidartaisai)
  • Ardi Putra (Gondrong)
  • Wira Saut Parianto Simanjuntak

 


Kepiting Bulan (istilah lokal Indonesia) atau kepiting karang totol (istilah inggris) diketemukan di daerah terumbu karang pada substrat pasir. Dicirikan oleh adanya totol pada karapasnya. Aktif pada malam hari. Secara Taksonomi adalah sebagai berikut :

Moon crab (Indonesian nomenclature) or spotted reef crab (English nomenclature) was colected at coral reef area on sand surface.  To be easily identified by the presence of spots located on its carapace. It’s nocturnal crab.

Klasifikasi kepiting karang totol adalah :

The taxonomy of spotted reef crab is :

  • Kingdom             :    Animalia
  • Phylum                :    Arthropoda
  • Sub phylum         :    Crustacea
  • Class                    :    Malacostraca
  • Ordo                    :    Decapoda
  • Infraordo             :    Brachyura
  • Family                 :    Carpiliidae
  • Genus                  :    Carpilius
  • Species                :    Carpilius maculatus

 

Kepiting Bulan yang di Taman Nasional kepulauan Seribu (TNKpS) disebut dengan Kepiting Plongkor.  Masyarakat memasaknya dengan cara membelah, merebus dan menyiramnya dengan kuah kuning. Cukup ditumis pedas atau dengan saus tiram. 

Moon crab was called as Kepiting Plongkor by local communities at Kepulauan Seribu National Park. How to cook? Be split, then boilling in the water and finally it’s smothered by yellow sauce seasoning. It’s very delicious. Or it’s cooked by saute the spices or oyster souce.

Moon crab is very expensive. Website : https://shopee.co.id/Kepiting-plongkor-bulan-i.236561658.7119941555  had been selling off Rp 80.000,00 for one (@5,3 USD).

Saya menangkapnya pada saat selam malam bersama Ardi Putra (Gondrong) disekitar Dermaga Wisata SPTN Wilayah Pulau Kelapa di Pulau Kelapa Dua, kedalaman 5 meter pukul 19.05 wib. Nelayan di TNKpS juga menangkap pada saat ngobor (mencari ikan malam hari).

I was cathed a moon crab, while I night dive with Ardi Putra (Gondrong) inside waters of a wharf touris at Kelapa Dua Island, Kepulauan Seribu National Park. Depth of location is five (5) meters at 19.05 wib. The Fisherismen at Kepulauan Seribu National Park can do it by ngobor (looking for fish at night).





BELAJAR KONDISI LOKAL PULAU KALIAGE UNTUK TRANSPLANTASI KARANG (LEARNING WITH LOCAL CONDITIONS OF KALIAGE ISLAND FOT CORAL TRANSPLANTATION)

  • BELAJAR KONDISI LOKAL PULAU KALIAGE
  • UNTUK TRANSPLANTASI KARANG

  • Oleh :
  • Isai Yusidarta (Ka. SPTN Wilayah I, Balai TNKpS)
  • Wira Saut Perianto (Penyuluh Kehutanan Muda SPTN Wilayah I, Balai TNKpS)
  • Irvan Sofiansyah (PPNPN SPTN Wilayah I, Balai TNKpS)

Tulisan ini adalah tulisan pertama menjabat sebagai Ka. SPTN wilayah I Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Tulisan ini saya buat pada tangga 28 Juni 2019. Setelah pada pagi tanggal 28 Juni 2019 pukul 08.29 Wib saya memulai pemotretan kondisi bawah air tanggul  Pulau Kaliage dengan peralatan scuba gear.


Pulau Kaliage, merupakan satu dari sekian pulau yang hak guna pakai-nya dimiliki oleh privat. Pemanfaatannya sebagai resort pribadi. Pemilik resort melalui manajemen pulau, memiliki keinginanan  untuk membuat coral garden pada area perairan disekeliling pulau melalui transplantasi. Area perairan tersebut notabene merupakan kewenangan dari Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, yang secara tapak diwakili oleh Resort Wilayah Kelapa Dua, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 1 (SPTN 1)

              SPTN 1 menanggapi keinginan perwakilan manajemen pengelola resort Pulau Kaliage dengan melaksanakan monitoring kondisi perairan Pulau Kaliage untuk “belajar pada kondisi in-situ (lokal +)” kehidupan koral (karang) di area tersebut. Tim SPTN 1 yang terdiri dari Isai Yusidarta, ST., M.Sc., Wira Saut Perianto Simanjuntak, S.P., dan Irvan Sofiansyah melaksankan kegiatan monitoring tersebut pada tanggal 28 Juni 2019.

              Monitoring difokuskan pada 2 (dua) hal yaitu 1). Menilai kondisi terkini transplantasi karang yang dilakukan tahun 2015; dan 2) Mempelajari kondisi perairan perairan Pulau Kaliage. Mengapa? Melaksanakan transplantasi tidak hanya sekedar menanam (men-transplant), dan meniru metode yang sudah umum dilakukan tanpa mempelajari kondisi lokal +, yang sangat mungkin berbeda antar titik di satu pulau. Apalagi menerapkan metoda baku yang sebenarnya merupakan hasil karya ilmiah dengan merata-ratakan kondisi perairan yang optimum.

Monitoring Transplantasi 2015

             Hasil penilaian transplantasi 2015, menunjukkan kegagalan 100%Dapat dikatakan tidak ada transplant yang hidup apalagi tumbuh dan berkembang. Kegagalan tersebut ditunjukkan pada Gambar 1. Transplantasi menyisakan substrat berupa cone-block dalam kondisi berserakan, hancur berantakan, tertutup sedimen sehingga terkesan menjadi sampah di dalam kolom perairan.

Gambar 1.   Kondisi up to date transplant karang yang ditanam tahun 2015

Mengapa hal tersebut terjadi?

1. Tidak ada pemeliharaan pasca penanaman transplant karang

- Pemeliharaan sangat penting, terutama 7 hari setelah pemasangan transplant. Pada umumnya transplant karang dalam kondisi stress pada 7 hari pertama, ditandai dengan keluarnya mukus. Mukus merupakan reaksi atas kondisi lingkungan yang baru. Mukus ini akan meng-koagulasi benda asing (sedimen) yang mendekati transplant. Jika tidak dibersihkan, akan membungkus transplant karang itu sendiri.

- Pemeliharaan dilakukan dengan pembersihan media dari sedimen dan sampah. Pada area horizontal cone-block, acapkali ditutupi oleh sedimen. Kondisi ini harus dibersihkan untuk membantu penempelan transplant karang pada media horizontal tersebut. Jika tidak dibersihkan transplant karang sulit sekali menempel. Karena pada kondisi awal, transplant karang lebih sibuk melakukan adapatasi pada lingkungan yang baru.

2.  Dissolved material tinggi

Visibility (jarak pandang) pada lokasi transplantasi tahun 2015 sangat rendah. Mengapa? Dissolved material pada kolom perairan juga tinggi, dengan kata lain tingkat kekeruhan tinggi. Hal ini menyebabkan proses sedimentasi (penempelan bahan terlarut) pada permukaan media transplant (cone-block) sehingga tertutup sedimen

3. Lokasi di area tambat kapal

- Kapal yang bergerak saat masuk dan keluar dermaga akan menyebabkan pengadukan (dissolved material) berupa sedimen di dalam kolom air, menutupi cone-block, transplant karang, dan akhirnya membunuh transplant karang

-  Kapal yang berlabuh dalam jangka waktu lama akan menghalangi sinar matahari masuk ke kolom air yang menyebabkan karang tidak dapat melakukan fotosintesis (memasak makanan sendiri) dan menyebabkan kematian

4. Lokasi area merupakan tubir 

      Lokasi transplantasi merupakan area slope (kemiringan) yang berupa tubir sehingga tidak cocok untuk transplant karang Acropora sp yang non-tabulate. Area slope sangat cocok untuk karang massive atau karang yang membentuk boluder. Dilokasi ini ternyata yang ditransplant adalah acropora branching, sehingga akan menyebabkan kematian.


Tanggul Pulau Kaliage

Mengapa karang tumbuh pada dinding vertikal Tanggul Kaliage?

    Kondisi vertikal meminimalkan penempelan (dissolved matters) berupa sedimen. Sedimen penyebab karang tidak mampu menempel pada substrat bahkan bisa membunuh karang

     Area vertikal tanggul Kaliage yang ditumbuhi karang mempunyai rataan karang yang lebih luas dan memiliki indukan karang yang cukup besar sebagai sumber bibit karang secara generatif

  Area sekitar tanggul Kaliage yang ditumbuhi karang relatif lebih terawat secara alami melalui pencucian air laut sehingga terhindar sedimen, juga mudah dipantau kebersihannya oleh petugas kaliage.


Gambar 2.  Kondisi up to date tanggul Pulau Kaliage

Karang yang tumbuh secara generatif pada tanggul Pulau Kaliage dari kelompok Acropora dan Non-Acropora. Kelompok Acrpora didominasi bentuk pertumbuhan Acropora tabulate (meja). Jenis ini mampu bertahan hidup pada gelombang dan arus yang menabrak dinding dikarenakan bentuknya yang mampu mengiris perairan karena pipih. Pada daerah tubIr berarus deras, Acropora tabulate acapkali diketemukan selain dominasi karang massive.

Gambar 3. Kondisi up to date tanggul Pulau Kaliage pada kelompok Acropora


Gambar 4. Kondisi up to date tanggul Pulau Kaliage pada kelompok Non-Acropora


             Kelompok non-Acropora didominasi bentuk pertumbuhan encrusting (merayap), yang ternyata mampu mengikat 2 buah balok beton menjadi satu. Bentuk pertumbuhan karang massive juga diketemukan di dinding tanggul Pulau Kaliage yaitu Porites sp. Hal ini juga diduga adanya indukan karang Porites sp yang berjarak lebih kurang 3 meter.




Gambar 5. Kondisi up to date tanggul Pulau Kaliage yang ditumbuhi karang secara generatif


Rekomendasi Lokasi

            Lokasi yang direkomendasikan untuk pelaksanaan transplantasi pada tahun selanjutnya di perairan Pulau Kaliage terletak lebih kurang 30 meter dari lokasi transplantasi tahun 2015. Pada lokasi ini terdapat indukan karang yang dapat memicu pertumbuhan generatif pada media transplant dan perkawinan eksternal ketika transplant karang sudah mampu adaptasi dan tumbuh berkembang. 

Gambar 6.  Rekomendasi lokasi transplatasi karang yang cocok untuk perairan Pulau Kaliage


Rekomendasi Media

        Media yang direkomendasikan untuk lokasi transplantasi karang di perairan Pulau Kaliage yang direkomendasikan berdasarkan Gambar 6, adalah sesuai dengan Gambar 7. Media transplantasi karang yang direkomendasikan memiliki sisi dinding vertikal yang lebih luas dari dinding horisontalnya. Hal ini umutk memberikan kesempatan penempelan planula karang secara generative tanpa diganggu oleh penempelan sedimen pada media.


Gambar 7.   Rekomendasi media transplatasi karang yang cocok untuk perairan Pulau Kaliage

              

Sabtu, 31 Oktober 2020

Non-scleractinian : Millepora sp // Karang api (fire - coral)

 

Non-scleractinian : Millepora sp DI DINDING BETON TANGGUL PULAU KALIAGE TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

Non-scleractinian : Millepora sp  on concrete wall at Kaliage Island Levee, Kepulauan Seribu National Park







Kingdom :    Animalia

Divisio     :    Cnidaria

Class        :    Hydrozoa

Ordo        :    Milleporina

Familly    :    Milleporidae

Genus      :    Millepora

Species    :    Millepora sp.

Non-sleractian Millepora sp in Indonesian was called karang api (fire – coral)

 

Warna : coklat muda // Colour : brown light 

Diameter koloni : 10 cm // Diameters of colony : 10 meters

Lokasi : dinding beton tanggul Pulau Kaliage // Location : Concrete wall of levee on Kaliage Island

Kedalaman : 1,5 meter dari permukaan air // Depth : 1,5 meters of waters surface

Tanggal foto : 28 Juni 2019 // Date : June 28th, 2019

Photo by Isai Yusidarta, ST., M.Sc.