Minggu, 27 Mei 2018

KAPAL HANTU PENGHANCUR TERUMBU KARANG 
DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
Oleh : Isai Yusidarta, ST., M.Sc.*
Gambar 1. Salah satu spot berupa koloni Pavona cactus yang terlindas bodi tongkang di Pulau Cilik
Berdasarkan Peta Laut Indonesia bagian Jawa – Pantai Utara, Pulau – Pulau di Laut Jawa, khususnya Pulau – Pulau Karimunjawa yang diperbaharui Dinas Hidro – Oseanografi pada tahun 2014 tidak ada alur pelayaran kapal niaga/komersial yang melintasi perairan pedalaman (dangkal) Kepulauan Karimunjawa apalagi Taman Nasional Karimunjawa (TNKj). Lintasannya berada di bagian utara atau selatan Kepulauan Karimunjawa baik dari arah barat maupun timur. Sedangkan dari utara maupaun selatan menyisiri bagian barat dan timur Kepulauan Karimunjawa.
Kondisi di atas sebenarnya menjadi dasar hukum bagi siapapun stakeholder yang mengetahui keberadaan kapal niaga/komersil dengan pelabuhan tujuannya bukan pelabuhan di Karimunjawa, untuk mengusir keluar dari perairan pedalaman Kepulauan Karimunjawa. Apalagi stakeholder dari kalangan pemerintah seperti Syahbandar, Unit Radio Pantai Karimunjawa, Balai TNKj, Polair Karimunjawa, Pos TNI AL Karimunjawa dan lain – lain adalah wajib hukumnya.
Ternyata Stakeholder mengalami ambivalensi yaitu mengetahui adanya pelanggaran alur pelayaran, tetapi “warga lokal” memfasilitasi dengan memberikan panduan secara illegal melalui jaringan radio komunikasi. Biasanya menggunakan saluran 16 (umum digunakan pelaut) yang kemudian saluran tersebut diturunkan atau dinaikkan untuk menjadi saluran khusus (analog japri di WhatsApp). Lebih ambivalensi lagi, saat stakeholder menangani kapal tongkang perusak terumbu karang melalui skema PSLH (penyelesaian sengketa lingkungan hidup) di luar pengadilan dan pidana sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, mengalami kesulitan ketika ada pernyataan ahli yang “didatangkan” oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat menyatakan salah satu tongkang tidak diketemukan adanya tanda goresan bekas karang. Pernyataan itu di atas kertas bermeterai. Hal tersebut diartikan oleh salah satu pemilik tongkang bahwa kapalnya tidak merusak terumbu karang. Setelah melalui skema PSLH disepakati besaran ganti rugi, 3 pemilik kapal siap membayar, tetapi yang terjadi 1 pemilik kapal merasa tidak bersalah dan tidak mau membayar sesuai kesepakatan karena mengantongi pernyataan di atas. Direktorat PSLH Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan keyakinan hati, melemparkan khusus 1 pemilik kapal tongkang di atas ke meja pengadilan perdata. Kita tunggu hasil selanjutnya. Selain itu, pemandu kapal illegal dan penyedia mooring tempat mengikat kapal belum tersentuh.
Cerita pendek paragraf ketiga menjadi “hantu” bagi stakeholder ketika menangani kerusakan ekosistem terumbu karang akibat vessel-grounding di atas, siapa kawan konservasi? Kata “hantu” melekat ketika kapal – kapal tersebut akan memasuki perairan pedalaman TNKj tidak dapat dipantau pancaran AIS-nya (Automatic Identification System). Rainbow Warrior (RW), kapal Greenpeace membuktikan bahwa AIS sudah dimatikan ketika akan memasuki perairan TNKj dan hanya dapat dideteksi dengan radar yang ada di kapal RW. Padahal meng-off-kan AIS merupakan pelanggaran dari ketentuan pelayaran mengenai sarana alat bantu pelayaran dan kode etik profesi pelaut, karena membahayakan kapal dan ABK, kapal di sekitarnya serta lingkungan perairan. Mengapa? Sistem pelacak AIS awalnya dirancang mencegah kecelakaan lalu lintas di laut dan menyiarkan titik lokasi akurat sebuah kapal lewat jaringan satelit.

Gambar 2. Ada aktivitas melintas kapal di luar perairan TNKj terlihat dalamang pantauan Sitroom BTNKj tetapi di dalam perairan TNKj bersih tidak terlihat kapal melintas tanggal (pantauan 27  Mei 2018).

Gambar 3. Hasil Operasi Hantu Laut yang dilaksanakan tanggal 27 Mei 2018 oleh Tim Gabungan SPTN II Karimunjaw (Sutris Haryanta, SH.) dan Pos Polair Karimunjawa (Komandan Jemiyo dkk

Ketika stakeholder melakukan pemeriksaan kapal, pasti AIS di-on-kan. Meng-on-kan hanya pekerjaan mudah dan butuh waktu sempit sebelum petugas naik ke atas kapal. Pemandu lokal juga pasti mengatakan AIS posisi on ketika ditanya. Hantu patgulipat sudah menjadi hal yang lazim di atas perairan tersebut. Saat ini publik leluasa melacak posisi sebuah kapal secara real time lewat berbagai situs, tetapi ketika dioperasikan tidak menunjukkan adanya deteksi keberadaan kapal. Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan pelaut dalam menjalankan profesinya.
Ketika diperiksa dan diinterograsi petugas tentang keberadaan buang jangkar, lazim beralasan menghindari cuaca buruk, kehabisan logistik, mesin mengalami kerusakan atau secara ekstrim beralasan menghindari perompak. Semua hanya alasan. Dunia pelayaran adalah sistem tertua dalam penggunaan moda transportasi. Progresnya selalu berkembang maju, peralatan semakin canggih. Perhitungan sebelum berlayar sudah sedemikian detail dari pelabuhan pemberangkatan hingga tujuan ditunjang alat bantu navigasi yang semakin canggih. Kondisi cuaca bisa diprediksi dan datanya mudah, cepat dan akurat di dapat. Gratis lagi. Logistik sudah dapat dihitung dari awal. Mesin kapal jumlahnya tidak hanya satu bahkan ada cadangan. Lalu bagaimana ada perompak di laut Indonesia, apalagi di Karimunjawa? Ini Indonesia bukan perairan Mindanao di Filipina Selatan.
Permainan hantu (off-kan) AIS juga diperankan oleh kapal penangkap ikan skala besar, tujuannya selain menghindari perompak, taktik menghindari pelacakan saat menangkap ikan secara illegal di kawasan lindung, atau merusak tempat memancing lainnya. Oktober 2014, kapal pursieine Panama, Tiuna, mematikan sistem pelacaknya di sisi barat Cagar Alam Galapagos. AIS-nya baru dihidupkan kembali 15 hari kemudian saat kapal berada di ujung timur. Lumrah.
Melawan Kapal Hantu
Pertama, mempertegas kedudukan hukum alur pelayaran di Kepulauan Karimunjawa, melalui pembuatan peta laut di kawasan TNKj, yang didalamnya mencakup alur pelayaran dan area labuh kapal negara, wisata dan niaga/komersial yang memenuhi kebutuhan masyarakat Karimunjawa. Kapal tug boat – tongkang dan kapal niaga/ komersial yang pelabuhan tujuannya bukan Karimunjawa di larang melintas di perairan pedalaman TNKj. Kecuali kondisi rusak, waktu perjalanan harus melaporkan ke Unit Penjaga Radio Pantai Karimunjawa dan berkoordinasi dengan syahandar untuk mendapat ijin labuh di lokasi yang telah ditentukan di dalam peta laut. Peta laut ini oleh Dinas Hidro – Oseanografi akan dipasang dan e-chart navigasi yang wajib dipedomani oleh pelaut dan perusahaannya.
Kedua, segenap stakeholder dan masyarakat Karimunjawa tergabung dalam satuan gugus tugas bersama dan merumuskan standar operasional prosedur (SOP) penanganan kapal tug boat – tongkang dan niaga/komersial lainnya yang tidak dapat terdeteksi oleh AIS tetapi keberadaannya terlihat di depan mata, sehingga penanganan menjadi satu pintu yang terformulasi dan terukur tanpa melanggar peraturan dan SOP masing-masing satuan kerja.
Ketiga, memberikan penyuluhan dan penyadartahuan kepada warga lokal pemandu kapal yang ada saat ini bahwa kegiatannya termasuk illegal dan berbahaya bagi ekosistem terumbu karang. Sudah terbukti kasus kapal merusak terumbu karang berawal dari kegiatan kepemanduan yang illegal.
Keempat, melakukan sosialisasi kepada pemilik kapal untuk mewajibkan nahkoda menghidupkan AIS sepanjang perjalanan alur pelayaran dan mematuhi alur pelayaran yang ada, dengan tidak memasuki perairan pedalaman TNKj dalam kondisi apapun dan kapal sehat. Akan ada konsekuensi jika terjadi pelanggaran.
Kelima, memberikan sangsi hukum yang tegas terhadap pemilik kapal (owner/ coorparate), nahkoda dan ABK, dan pemandu kapal illegal baik melalui skema PSLH, pengadilan perdata bagi pemilik/ perusahaan dan pidana bagi nahkoda dan ABK serta pemandu illegal. Juga sangsi administrasi pencabutan ijin berlayar bagi nahkoda dan ABK sesuai Undang – Undang nomor 7 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Keenam, mempercepat pelaksanaan kegiatan klaim ganti rugi kerusakan ekosistem terumbu karang di perairan TNKj yang telah berkekuatan hukum tetap yang terdiri dari biaya rehabilitasi, kerugian community fisheries, kerugian ecosystem dan verifikasi. Tujuannya untuk menumbuhkan kepercayaan stakeholder atas penanganan vessel-grounding akibat kegiatan hantu laut di perairan pedalaman Kepulauan Karimunjawa.
  
*) Pengendali Ekosistem Hutan Tingkat Ahli Muda, Balai Taman Nasional Karimunjawa.