KAPAL HANTU PENGHANCUR TERUMBU KARANG
DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
Oleh : Isai Yusidarta, ST., M.Sc.*
Gambar 1. Salah satu spot berupa koloni Pavona cactus yang terlindas bodi tongkang di Pulau Cilik
Berdasarkan
Peta Laut Indonesia bagian Jawa – Pantai Utara, Pulau – Pulau di Laut Jawa,
khususnya Pulau – Pulau Karimunjawa yang diperbaharui Dinas Hidro – Oseanografi
pada tahun 2014 tidak ada alur pelayaran kapal niaga/komersial yang melintasi
perairan pedalaman (dangkal) Kepulauan Karimunjawa apalagi Taman Nasional
Karimunjawa (TNKj). Lintasannya berada di bagian utara atau selatan Kepulauan
Karimunjawa baik dari arah barat maupun timur. Sedangkan dari utara maupaun
selatan menyisiri bagian barat dan timur Kepulauan Karimunjawa.
Kondisi di
atas sebenarnya menjadi dasar hukum bagi siapapun stakeholder yang mengetahui keberadaan
kapal niaga/komersil dengan pelabuhan tujuannya bukan pelabuhan di Karimunjawa,
untuk mengusir keluar dari perairan pedalaman Kepulauan Karimunjawa. Apalagi
stakeholder dari kalangan pemerintah seperti Syahbandar, Unit Radio Pantai
Karimunjawa, Balai TNKj, Polair Karimunjawa, Pos TNI AL Karimunjawa dan lain –
lain adalah wajib hukumnya.
Ternyata Stakeholder
mengalami ambivalensi yaitu mengetahui adanya pelanggaran alur pelayaran,
tetapi “warga lokal” memfasilitasi dengan memberikan panduan secara illegal
melalui jaringan radio komunikasi. Biasanya menggunakan saluran 16 (umum
digunakan pelaut) yang kemudian saluran tersebut diturunkan atau dinaikkan
untuk menjadi saluran khusus (analog japri di WhatsApp). Lebih ambivalensi
lagi, saat stakeholder menangani kapal tongkang perusak terumbu karang melalui
skema PSLH (penyelesaian sengketa lingkungan hidup) di luar pengadilan dan
pidana sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
dan Perlindungan Lingkungan Hidup, mengalami kesulitan ketika ada pernyataan ahli
yang “didatangkan” oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat menyatakan salah satu
tongkang tidak diketemukan adanya tanda goresan bekas karang. Pernyataan itu di
atas kertas bermeterai. Hal tersebut diartikan oleh salah satu pemilik tongkang
bahwa kapalnya tidak merusak terumbu karang. Setelah melalui skema PSLH
disepakati besaran ganti rugi, 3 pemilik kapal siap membayar, tetapi yang
terjadi 1 pemilik kapal merasa tidak bersalah dan tidak mau membayar sesuai
kesepakatan karena mengantongi pernyataan di atas. Direktorat PSLH Direktorat
Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan keyakinan hati,
melemparkan khusus 1 pemilik kapal tongkang di atas ke meja pengadilan perdata.
Kita tunggu hasil selanjutnya. Selain itu, pemandu kapal illegal dan penyedia
mooring tempat mengikat kapal belum tersentuh.
Cerita pendek
paragraf ketiga menjadi “hantu” bagi stakeholder ketika menangani kerusakan
ekosistem terumbu karang akibat vessel-grounding
di atas, siapa kawan konservasi? Kata “hantu” melekat ketika kapal – kapal
tersebut akan memasuki perairan pedalaman TNKj tidak dapat dipantau pancaran
AIS-nya (Automatic Identification
System). Rainbow Warrior
(RW), kapal Greenpeace membuktikan bahwa AIS sudah dimatikan ketika akan memasuki
perairan TNKj dan hanya dapat dideteksi dengan radar yang ada di kapal RW.
Padahal meng-off-kan AIS merupakan
pelanggaran dari ketentuan pelayaran mengenai sarana alat bantu pelayaran dan
kode etik profesi pelaut, karena membahayakan kapal dan ABK, kapal di
sekitarnya serta lingkungan perairan. Mengapa? Sistem pelacak AIS awalnya
dirancang mencegah kecelakaan lalu lintas di laut dan menyiarkan titik lokasi
akurat sebuah kapal lewat jaringan satelit.
Gambar 2. Ada aktivitas melintas kapal di luar perairan TNKj terlihat dalamang pantauan Sitroom BTNKj tetapi di dalam perairan TNKj bersih tidak terlihat kapal melintas tanggal (pantauan 27 Mei 2018).
Gambar 3. Hasil Operasi Hantu Laut yang dilaksanakan tanggal 27 Mei 2018 oleh Tim Gabungan SPTN II Karimunjaw (Sutris Haryanta, SH.) dan Pos Polair Karimunjawa (Komandan Jemiyo dkk
Ketika stakeholder
melakukan pemeriksaan kapal, pasti AIS di-on-kan.
Meng-on-kan hanya pekerjaan mudah dan
butuh waktu sempit sebelum petugas naik ke atas kapal. Pemandu lokal juga pasti
mengatakan AIS posisi on ketika
ditanya. Hantu patgulipat sudah menjadi hal yang lazim di atas perairan
tersebut. Saat ini publik leluasa melacak posisi sebuah kapal secara real time lewat berbagai situs, tetapi ketika dioperasikan tidak menunjukkan
adanya deteksi keberadaan kapal. Hal ini menunjukkan ketidakpatuhan pelaut
dalam menjalankan profesinya.
Ketika
diperiksa dan diinterograsi petugas tentang keberadaan buang jangkar, lazim
beralasan menghindari cuaca buruk, kehabisan logistik, mesin mengalami
kerusakan atau secara ekstrim beralasan menghindari perompak. Semua hanya
alasan. Dunia pelayaran adalah sistem tertua dalam penggunaan moda
transportasi. Progresnya selalu berkembang maju, peralatan semakin canggih.
Perhitungan sebelum berlayar sudah sedemikian detail dari pelabuhan
pemberangkatan hingga tujuan ditunjang alat bantu navigasi yang semakin
canggih. Kondisi cuaca bisa diprediksi dan datanya mudah, cepat dan akurat di
dapat. Gratis lagi. Logistik sudah dapat dihitung dari awal. Mesin kapal
jumlahnya tidak hanya satu bahkan ada cadangan. Lalu bagaimana ada perompak di
laut Indonesia, apalagi di Karimunjawa? Ini Indonesia bukan perairan Mindanao
di Filipina Selatan.
Permainan
hantu (off-kan) AIS juga diperankan
oleh kapal penangkap ikan skala besar, tujuannya selain menghindari perompak,
taktik menghindari pelacakan saat menangkap ikan secara illegal di kawasan
lindung, atau merusak tempat memancing lainnya. Oktober 2014, kapal pursieine Panama, Tiuna, mematikan
sistem pelacaknya di sisi barat Cagar Alam Galapagos. AIS-nya baru dihidupkan
kembali 15 hari kemudian saat kapal berada di ujung timur. Lumrah.
Melawan Kapal
Hantu
Pertama,
mempertegas kedudukan hukum alur pelayaran di Kepulauan Karimunjawa, melalui pembuatan
peta laut di kawasan TNKj, yang didalamnya mencakup alur pelayaran dan area
labuh kapal negara, wisata dan niaga/komersial yang memenuhi kebutuhan
masyarakat Karimunjawa. Kapal tug boat – tongkang dan kapal niaga/ komersial yang
pelabuhan tujuannya bukan Karimunjawa di larang melintas di perairan pedalaman
TNKj. Kecuali kondisi rusak, waktu perjalanan harus melaporkan ke Unit Penjaga
Radio Pantai Karimunjawa dan berkoordinasi dengan syahandar untuk mendapat ijin
labuh di lokasi yang telah ditentukan di dalam peta laut. Peta laut ini oleh
Dinas Hidro – Oseanografi akan dipasang dan e-chart
navigasi yang wajib dipedomani oleh pelaut dan perusahaannya.
Kedua,
segenap stakeholder dan masyarakat Karimunjawa tergabung dalam satuan gugus
tugas bersama dan merumuskan standar operasional prosedur (SOP) penanganan
kapal tug boat – tongkang dan niaga/komersial lainnya yang tidak dapat
terdeteksi oleh AIS tetapi keberadaannya terlihat di depan mata, sehingga
penanganan menjadi satu pintu yang terformulasi dan terukur tanpa melanggar
peraturan dan SOP masing-masing satuan kerja.
Ketiga,
memberikan penyuluhan dan penyadartahuan kepada warga lokal pemandu kapal yang
ada saat ini bahwa kegiatannya termasuk illegal dan berbahaya bagi ekosistem terumbu
karang. Sudah terbukti kasus kapal merusak terumbu karang berawal dari kegiatan
kepemanduan yang illegal.
Keempat,
melakukan sosialisasi kepada pemilik kapal untuk mewajibkan nahkoda
menghidupkan AIS sepanjang perjalanan alur pelayaran dan mematuhi alur
pelayaran yang ada, dengan tidak memasuki perairan pedalaman TNKj dalam kondisi
apapun dan kapal sehat. Akan ada konsekuensi jika terjadi pelanggaran.
Kelima,
memberikan sangsi hukum yang tegas terhadap pemilik kapal (owner/ coorparate),
nahkoda dan ABK, dan pemandu kapal illegal baik melalui skema PSLH, pengadilan
perdata bagi pemilik/ perusahaan dan pidana bagi nahkoda dan ABK serta pemandu
illegal. Juga sangsi administrasi pencabutan ijin berlayar bagi nahkoda dan ABK
sesuai Undang – Undang nomor 7 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Keenam,
mempercepat pelaksanaan kegiatan klaim ganti rugi kerusakan ekosistem terumbu
karang di perairan TNKj yang telah berkekuatan hukum tetap yang terdiri dari
biaya rehabilitasi, kerugian community
fisheries, kerugian ecosystem dan
verifikasi. Tujuannya untuk menumbuhkan kepercayaan stakeholder atas penanganan
vessel-grounding akibat kegiatan
hantu laut di perairan pedalaman Kepulauan Karimunjawa.