TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DAN LINTASAN KAPAL
Oleh : Isai Yusidarta, ST., M.Sc.**
Salah satu
situs yang menyediakan data dan informasi lalu lintas kapal di dunia, tergambar
dengan jelas bahwa perairan Taman Nasional Karimunjawa (TNKj), merupakan salah satu
kawasan konservasi yang sibuk dilalui perlintasan kapal dari berbagai arah,
selain Taman Nasional Kepulauan Seribu. Letak di
persimpangan lalu lintas perkapalan membutuhkan kearifan dalam pengelolaan
kawasan untuk memuaskan semua pihak. Apalagi merupakan satu-satunya pesisir dan
pulau-pulau kecil yang berada di perairan pantai utara Jawa Tengah.
Isu Terumbu Karang
Kesejahteraan masyarakat lokal merupakan
isu global utama bagi pengelolaan TNKj. Mengapa? Di Indonesia, masyarakat lokal
tinggal di dalam (enclave) dan
berdampingan dengan kawasan konservasi. Di negara maju seperti Australia dan
Amerika Serikat, masyarakatnya bertempat tinggal jauh dari kawasan konservasi.
Masyarakat lokal Karimunjawa beraktivitas menjadi nelayan di dalam perairan
TNKj dan membangun rumah di daratan, yang berbatasan langsung dengan kawasan
TNKj baik di daratan dan perairan. Keberadaan TNKj yang bersinggungan langsung
dengan kehidupan masyarakat lokal diharapkan mampu “mengisi perut” masyarakat
tanpa menurunkan daya dukungnya. Titik baliknya, masyarakat internasional mampu
memandang TNKj sebagai kawasan konservasi strategis bagi peri kehidupan
manusia.
Ekosistem terumbu karang diharapkan
mampu menjadi penopang “mengisi perut” masyarakat lokal karimunjawa dan
“suguhan lahir-batin” wisatawan. Terumbu karang mampu menghasilkan pundi-pundi
uang bagi masyarakat yang berasal dari ikan tangkap dan atraksi
snorkeling-diving. Terumbu karang yang sehat, menghasilkan limpahan produksi
ikan laut sesuai dengan maximum
sustainable yield untuk ditangkap nelayan lokal. Terumbu karang yang sehat
sangat memikat sebagai atraksi perairan fun
dive and snorkeling. Sebagai isu global, perairan TNKj mampu berperan bukan
hanya sebagai nursery ground tetapi fishing ground dan juga tourism ground bagi kesejahteraan
masyarakat lokal.
Peningkatan ke arah tourism ground, tidak
dapat dipungkiri akan terjadi peningkatan perlintasan kapal baik penumpang
(wisatawan), barang (kargo), jasa (yatch), dan energi (minyak) di perairan TNKj.
Terjadi peningkatan lalu lintas laut dan penambahan infrastruktur di perairan
TNKj. Kondisi di atas menjadi ancaman nyata bagi kesehatan terumbu karang di
kolom perairan TNKj. Sisi luar perairan TNKj terdapat rute normal dan
tradisional jalur berlayar kapal (voyage) yang sering dilewati kapal penumpang,
kargo dan super tanker dengan draft 10 – 20 meter merupakan ancaman nyata
kerusakan terumbu karang baik tabrakan, air ballast dan tumpuhan minyak dari
tangker yang bocor.
Isu Lintasan Kapal
Perlintasan kapal di perairan TNKj bukan
merupakan sekedar isu semata tetapi merupakan keadaan nyata yang harus
dicarikan pemecahannya. Berdasarkan pantauan lewat marine traffic, TNKj merupakan persimpangan lalu lintas kapal dari
Jakarta – Surabaya (rute ke arah timur), Banjarmasin – Jakarta, Semarang –
Banjarmasin, Semarang – Pangkalanbun dan Semarang – Surabaya pulang pergi.
Bahkan kapal internasional niaga berukuran jumbo dengan draf 10 – 20 meter yang
melalui jalur ALKI I ke arah selatan sesampai di utara perairan Laut Jawa akan
menyisir sisi kanan melintasi perairan sekitar TNKj ke pelabuhan Tanjung Mas
Semarang, dan sisi kiri ke pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Kapal dengan rute
pelayaran nasional baik penumpang, kargo, maupun tugboat-tongkang seringkali
menggunakan perairan pedalaman TNKj untuk melintas dan tambat yang tidak jarang
berkaitan dengan pemenuhan “logistik ABK”.
Isu ini mencuat sejalan dengan
terjadinya kerusakan terumbu karang oleh tongkang di dalam perairan TNKj.
Selama tahun 2017 sampai bulan Juli ini, ada 5 kapal tongkang yang menabrak
terumbu karang yang telah ditangani, 1 kejadian kandasnya kapal pengangkut
pupuk akibat badan kapal bocor, dan bahan perbincangan di komunitas kelautan
dengan bukti foto dan koordinat lokasi dari kerusakan terumbu karang di
perairan Taka Cemara dan Ujung Karang.
Larangan Lintas
Kapal?
Tidak
ada larangan melintasi perairan laut suatu daerah, apalagi tidak ada niat untuk
berbuat melanggar aturan yang berlaku. Bahkan wawasan nusantara harus
menyediakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) untuk melaksanakan prinsip
kebebasan berlayar dan hak lintas damai di Indonesia. Jika tidak ada ALKI
sekalipun pelayaran tetap bisa berlangsung dengan menggunakan prinsip routes normally used for international navigation.
Jadi melarang perlintasan kapal di
perairan TNKj sama saja dengan menentang prinsip kebebasan berlayar yang sudah
dianut sejak “nenek moyang” Indonesia orang pelaut. Melarang tambat kapal pada
musim badai berarti menentang prinsip keselamatan berlayar. Apalagi menghukum nahkoda
kapal yang berlayar menggunakan rute normal dan tradisional, kemudian terjadi
kebocoran (yang dapat mengakibatkan kapal kandas) dan nahkoda tanpa ada niat “pemikiran jahat” membelokkan arah ke
perairan pedalaman TNKj karena bermuatan pupuk (salah satu bahan yang
mengandung potassium dan dapat mengakibatkan kerusakan terumbu karang) untuk
menjamin keselamatan ABK dan muatan. Jika menghukum, itu dapat dikategorikan
salah pengelolaan.
Mengelola Kebijakan
Lintasan kapal dan terumbu karang,
ibaratnya dua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan. Tidak boleh
melarang perlintasan kapal untuk menyelamatkan terumbu karang, demikian juga
memperbolehkan perlintasan kapal belum tentu merusak terumbu karang. Integrasi
dan sinergi kebijakan alternative pengelolaan baik preemtif, preventif dan
represif dengan program utama deteksi dini keberadaan kapal memanfaatkan
perangkat AIS (Automatic Identification
system) yang terpasang pada badan kapal merupakan pemikiran yang wajib
dicoba. Hal ini membutuhkan pengembangan sistem informasi dan teknologi
pengawasan kapal yang harus dilakukan Balai TNKj pada tingkat tapak.
Secara preemtif wajib mensosialisasikan
kepada perusahan pelayaran agar nahkoda menghidupkan AIS ketika akan melintasi
perairan TNKj bahkan melaporkan posisi dan identitas kapal ke AIS Base Station
yang telah terkoneksi dengan jaringan internet, dan petugas BTNKj dapat
mengunduh layanan pada situs yang menyediakan data dan informasi kapal
tersebut. Sehingga secara preventif, petugas TNKj yang sedang berpatroli dapat mengetahui
posisi kapal yang memasuki perairan TNKj dan memberikan panduan ke tempat yang
aman dari terumbu karang untuk melintasi bahkan tambat kapal. Petugas TNKj juga
harus melakukan pengawasan dalam
prosedur operasional tambat kapal. Misalnya selain menggandeng antar kapal
dengan tali standar, tiap kapal juga memasang jangkar pada lokasi yang tidak
terdapat terumbu karang.
Dalam rangka melaksanakan pengembangan
pengelolaan lintasan kapal di atas, BTNKj memerlukan pengembangan kapasitas
sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur layanan yang dilakukan.
Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pelatihan dan studi banding pada
instansi yang telah mengembangkan pengawasan kapal menggunakan data yang
berasal dari perangkat AIS, misalnya Kementerian Kelautan dan Perikanan yang
memantau armada kapal perikanan tangkap di daerah Indonesia dengan memanfaatkan
AIS. Selanjutnya pengembangan infrastruktur merupakan pendorong utama, berupa
perangkat informasi dan teknologi yang mempunyai kapasitas memadai, perangkat
pergerakan personil petugas di lapangan yang mampu menembus cuaca buruk
sekalipun, dan fasilitas tambat kapal yang sesuai standar kelas kapal.
Jika kebijakan preemtif dan preventif
yang digambarkan di atas telah berjalan sesuai standar, tentunya kebijakan
represif tidak perlu dilakukan dan pasti peristiwa tabrakan karang oleh
tongkang yang melintas dan tambat di perairan TNKj dapat dicegah dan tidak akan
terulang lagi. Artinya kebijakan represif hanya dilakukan jika terjadi
pelanggaran oleh Nahkoda dan ABK yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
** Pengendali Ekosistem
Hutan, Balai Taman Nasional Karimunjawa