Gambar peta aerial perambahan mangrove di Blok Cikmas, Resort Legon Lele, SPTN II Karimunjawa, TNKj dengan tujuan membuat tambak intensif (dokumen BTNKj)
MANGROVE – TAMBAK – TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
MANGROVE – TAMBAK – TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
(Isai Yusidarta, ST., M.Sc., Sutris Haryanta, S.H., Yusuf Syaifuddin S.Bio.,
M.A., Nugroho Dri Atmojo, SP., Mulyadi dan Agung Setiyadi)
Pulau – pulau yang menyusun
Kepulauan Karimunjawa berjumlah 27 buah digolongkan menjadi pulau kecil karena
luasannya kurang dari 2.000 km2. Secara teori karekteristik pulau kecil
yang juga terdapat di Kepulauan Karimunjawa adalah 1).Terpisah dari pulau induk (mainland) sehingga bersifat
insular; 2). Eksistensi pulau kecil dipengaruhi oleh ekosistem terumbu karang,
hutan mangrove dan padang lamun: 3). Rentan terhadap perubahan lingkungan, baik
oleh aktivitas manusia maupun bencana alam; dan 4). Keterbatasan sumber air
tawar karena daerah tangkapan air terbatas bahkan tidak mempunyai cekungan air
tawar di bawah tanah dan tidak ada kemandirian hasil tanaman pangan dari
terestrial.
Berkaitan dengan eksistensi pulau kecil dipengaruhi oleh
ekosistem mangrove di Kepulauan Karimunjawa dapat dilihat dari hasil penelitian
Suryanti dkk, (2009) tentang perubahan luas hutan mangrove di Pulau Kemujan Taman Nasional
Karimunjawa. Suryanti dkk, (2009) menyatakan
bahwa luas hutan mangrove di Pulau Kemujan tercatat seluas 2,815 hektar pada
tahun 1991 dan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,02 hektar/tahun hingga
tahun 2001. Sampai dengan tahun 2009 hutan mangrove di Pulau kemujan tercatat
seluas 4,052 hektar dimana kondisi ini mengalami peningkatan rata-rata sebesar
0,14 hektar/tahun dari tahun 2001.
Arti dari angka –
angka di atas adalah terdapat peluang hutan mangrove di Pulau Kemujan untuk
bertambah luas. Harapan terbentuknya lahan baru juga besar mengingat vegetasi
mangrove juga berperan sebagai sediment
trap (perangkap sedimen) yang mengendapkan material terlarut dalam
perairan mangrove mempunyai peranan
dalam membentuk lahan dan daratan baru ke arah laut. Sehingga luas Pulau
Kemujan dapat bertambah.
Berkaitan dengan Re-born tambak dengan jenis udang vaname
saat ini yang di budidayakan di Karimunjawa apakah perlu di larang? Apakah
ekosistem mangrove di Kecamatan Karimunjawa hanya akan difungsikan untuk konservasi?
Perlu kita lihat sejarah tambak udang periode 1 dan perbandingan dengan tambak
di lokasi lain.
Profil Mangrove di Kemujan dan Karimunjawa
Profil mangrove di Pulau Kemujan dan Karimunjawa pada
tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 tentang peta kelas
kerapatan hutan mangrove Karimunjawa
tahun 2009, dapat diduga hal – hal sebagai berikut :
Pertama. Ekosistem
mangrove di Pulau Kemujan dan Karimunjawa mempunyai ketebalan yang tipis,
kecuali pada bagian selat yang memisahkan Pulau Kemujan dan Karimunjawa.
Ekosistem mangrove di kedua pulau terbesar di Karimunjawa
tidak dipengaruhi oleh adanya masukan
(inlet) air tawar yang berasal dari sungai secara rutin. Ekosistem
mangrove tersebut telah beradaptasi dalam waktu yang lama dengan salinitas yang
lebih tinggi dari tempat lain dan hempasan arus gelombang laut secara langsung.
Penampakan morfologi hasil adapatasi alami yang lama dari vegetasi mangrove di
bagian terluar tetap tumbuh dan berkembang normal dan tidak berbentuk perdu.
Ini sangat berbalikan dengan di Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS).
Di TNKS (termasuk pulau kecil dan tidak mempunyai
masukkan air tawar), untuk membentuk ekosistem mangrove guna melindungi
daratannya dari abrasi secara buatan menggunakan teknik gerombol (satu titik
penanaman bisa menggunakan 10 - 20 batang pohon dan jarak antar titik kurang
dari 1 meter). Vegetasi mangrove yang di tanam gerombol dari genus Rhizophora tumbuh, tetapi penampakan
morfologinya tidak sempurna melainkan berbentuk perdu (kerdil).
Catatan :
Pulau Kemujan dan Karimunjawa : Masukkan air tawar
biasanya terjadi pada musim hujan melalui presipitasi langsung dari hujan di
langit maupun runoff dari daratan
yang sudah tidak mampu menahan presipitasi di atas hutan hujan dataran rendah
di Kedua Pulau, apalagi kedua pulau tidak mempunyai cekungan air tanah (CAT).
Kedua. Ekosistem
mangrove di Pulau Kemujan dan Karimunjawa yang berbatasan dengan perairan
pesisir dalam kategori sangat rapat dan rapat.
Gambar 2. Kondisi
ekosistem mangrove di sekitar Rabbit and
carol housed daerah Cikmas. Garis merah adalah batas terluar bekas tambak
pada periode 1.
Daerah di
depan garis merah ke arah laut menggambarkan kondisi vegetasi mangrove yang
mempunyai kerapatan tinggi dan sangat tinggi dengan ketinggian tegakan yang
sama. Citra yang ditampilkan seperti permadani yang memanjang. Interpretasi
yang dapat dimunculkan dari citra tersebut adalah tegakan vegetasi mangrove
pada bagian depan bibir pantai mampu memainkan peran sebagai salah satu atau
keseluruhan peran yaitu 1). Meredam kekuatan dari energi gelombang laut yang
dapat menyebabkan abrasi; 2). Melakukan suksesi primer ke arah laut untuk
menambah luas hutan mangrove; dan 3) Daerah penyangga atau buffer antara perairan laut dan tambak sehingga tambak tidak rusak
oleh energi gelombang air laut.
Ketiga. Ekosistem
mangrove di Pulau Kemujan dan Karimunjawa mulai bagian tengah hingga daratan
termasuk dalam kategori sedang, jarang hingga sangat jarang;
Kondisi ini dapat diduga
merupakan bekas peninggalan tambak udang pada periode 1 (tahun 1990-an) yang
telah mengalami restorasi alami dalam waktu yang lama. Efek merusak lingkungan dari
tambak udang windu yang dikelola secara sederhana pada periode 1 tambak udang
tetap tampak pada tahun 2018. Gambar 3. Foto dari satelit yang diambil dari
citra goole earth yang dipakai oleh situs marine
traffic menunjukkan masih adanya bekas tambak yang masih utuh dan bekas
tambak yang mulai ditutupi vegetasi mangrove. Waktu lebih dari puluhan tahun untuk restorasi alami belum
mampu menutup sempurna bekas tambak periode 1.
Jadi kondisi tegakan vegetasi
mangrove dibagian tengah hingga daratan yaitu sedang, jarang hingga sangat
jarang bukan oleh terjadinya “susksesi sekunder”. Suksesi sekunder seringkali
terjadi di bagian belakang ke arah daratan. Suksesi sekunder terbentuk ketika
bagian ekosistem mangrove sudah mencapai klimaks yaitu lapisan substrat lebih
tinggi atau tidak terkena waterlogged (genangan) seperti biasanya, sehingga
tegakan mangrove di bagian tersebut mati. Selanjutnya substrat tersebut
ditumbuhi oleh rumput perintis dan akhirnya menjadi daratan murni. Tanda –
tanda dimulainya suksesi sekunder saat ini dapat dilihat pada saat jalan di
trekking mangrove Kemujan setelah tempat pemungutan karcis berjalan ke laut
sekitar 200 meter sebelah kiri akan diketemukan rumput perintis dalam luasan
yang “cukup” diantara mangrove di sekitarnya mulai tidak normal seperti tidak
subur.
Gambar 3. Gambar
tambak di atas letakknya di sebelah timur Rabbit
and carol house daerah Cikmas Karimunjawa. Tampak kondisi tutupan tegakan
vegetasi mangrove secara visual sedang, jarang hingga sangat jarang.
Perbandingan
Pantura Jawa Tengah
Mari kita lihat perbandingan dengan tambak yang ada di
daerah Pantai Kaliwungu – Kendal, Pantai Gojoyo – Demak, Pantai Kartini –
Jepara dan Pantai Sluke – Rembang. Perhatikan gambar – gambar selanjutnya di
bawah ini.
Citra yang ditunjukkan oleh gambar 4 dan 5 adalah
penampakan kondisi tambak di daerah pantai Kaliwungu – Kendal dan Gojoyo -
Demak. Pada tambak bagian paling depan di kedua lokasi tersebut lapisan tegakan
vegetasi mangrove terlihat kosong (tidak ada sama sekali). Pematang/ tanggul
petak tambak terlihat langsung berhadapan dengan perairan laut terbuka. Kondisi
ini menyebabkan terdapat petak tambak yang jumlah pematang atau tanggul hilang
yang akhirnya tambak tersbut dapat hilang tidak berbekas.
Memang ada tegakan vegetasi mangrove pada kedua lokasi,
tetapi sifatnya hanya spot – spot yang tersebar dan sangat tipis. Padahal
tegakan vegetasi mangrove akan berfungsi jika rapat, sambung menyambung tanpa
jarak serta mempunyai ketebalan yang cukup untuk untuk dapat memainkan peranan
sebagai buffer antara tambak dengan
perairan laut terbuka. Baik tambak di pantai Kaliwungu maupun di Gojoyo,
lokasinya masih jauh dari pemukiman penduduk (daerah urban).
Gambar 4. Kondisi tambak di daerah
pesisir Kaliwungu Utara, Kabupaten Kendal.
Gambar 5. Kondisi
tambak di daerah Gojoyo, Kabupaten Demak.
Gambar 6. Tambak di pesisir pantai Sluke, Kabupaten Rembang.
Gambar 7. Tambak udang vaname di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau
(BBPBAP), Kabupaten Jepara.
Pada gambar 6 dan 7, meunjukkan lokasi
tambak di sekitar pemukiman padat penduduk, bahkan padat oleh kegiatan industri
mengingat merupakan daerah yang berhimpitan dengan pelabuhan yaitu pelabuhan
Tanjung Bonang di Sluke dan BBPBAP di tengah kota Jepara. Bahkan tambak di BBPBAP
Jepara sudah dikelilingi oleh pemukiman padat penduduk dan berbagai kegiatan
yang dapat menghasilkan berbagai macam limbah baik rumah tangga, industri usaha
kecil dan menengah, limbah organik dari usaha perkayuan (ukiran) dan lain-lain.
Tambak di pantai Sluke maupun di BBPAP Jepara sudah tidak memiliki ekosistem
mangrove sama sekali. Tambak di BBPA Jepara inlet air laut hanya berasal dari
sebuah saluran.
Tambak di Pantai Sluke masih berhubungan
langsung dengan perairan laut terbuka di bagian utara, barat dan timur. Bagian
selatan sudah dikelilingi oleh kegiatan rumah tangga dan industri pengeolahan
hasil tangkapan ikan serta kegiatan di pelabuhan Tanjung Bonang yang
menunjukkan peningkatan pendaratan kapal yang mengangkut batu bara untuk
keperluan pembangkit listrik tenaga uap di Rembang.
Jadi tambak di Sluke - Rembang dan BBAP
Jepara, sama – sama tidak memiliki ekoistem mangrove yang menjadi ciri khas
pantai utara Jawa Tengah sebelum adanya kegiatan pertambakan.
Kondisi Usaha Tambak di Daerah
Pembanding
Berdasarkan
pengamatan terhadap citra satelit yang di peroleh dan data- data yang di
dapatkan dari berbagai sumber maka dapat
diuraikan bahwa lokasi tambak keempat daerah pembanding dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan kondisi tambak di
Kaliwungu, Gojoyo, Sluke dan BBAP Jepara
No.
|
Objek
|
Lokasi
|
|||
Kaliwungu
|
Gojoyo
|
Sluke
|
BBPBAP
|
||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
1.
|
Jenis Tambak
|
Sederhana
|
Sederhana
|
Intensif
|
Intensif
|
2.
|
Biota budidaya
|
Vanname dan Bandeng
|
Vanname dan Bandeng
|
Vanname
|
Vanname
|
3.
|
Pemilik
|
Investor‑1
|
Investor1
|
Investor1
|
Investor2
|
4.
|
Pengelola
|
Maslok3
|
Maslok3
|
Maslok3
|
Investor2
|
5.
|
Kemungkinan Ijin
|
TPUPI4
|
TPUPI4
|
TPUPI4
|
TPUPI5
|
6.
|
Ancaman saat ini
|
Abrasi
|
Abrasi
|
Abrasi dan Limbah pabrik
|
Limbah rumah tangga
|
7.
|
Ancaman yang akan datang
|
Limbah pabrik
|
Limbah pertanian
|
Lokasi Saturated
|
Beban investasi
|
8.
|
Tambak bagian depan6
|
Berjalan normal
|
Berjalan normal
|
Berjalan normal
|
-
|
8.
|
Tambak bagian belakang7
|
Mulai dibiarkan
|
Berjalan normal
|
Ditinggalkan
|
Berjalan normal
|
9.
|
Perubahan Tenurial
|
Pabrik (KIK)8
|
-
|
Pabrik
|
Perumahan & industri RT
|
10.
|
Kondisi investasi
|
Berjalan
|
Berjalan
|
Kolaps
|
Berjalan
|
Catatan :
1 : investasi perorangan pembiayaan
perorangan
2 : instansi pemerintah untuk pendidikan
dan pelatihan budidaya perikanan dengan pembiayaan APBN
3 : masyarakat lokal
4 : ijin perorangan untuk pembudidaya
ikan kecil
5 : ijin instansi yang dikecualikan
untuk SIUP (Surat Ijin Usaha Perikanan)
6 : tambak yang berada di bagian tepi
laut
7 : tambak yang berada di dekat daratan
8 : Kawasan Industri Kendal
Berdasarkan
tabel 1 di duga, tambak di pantai Sluke mulai kolaps ditinggalkan para investor
perorangan pemegang TPUPI sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49/Permen-KP/2014 Tentang Usaha Pembudidayaan Ikan.
Kondisi ini disebabkan oleh air sebagai media tambak udang dan substrat di
sekitar tambak sudah jenuh (saturated).
Sudah jenuh yang dimaksud disini yaitu tercemar oleh limbah hasil buangan
tambak pasca panen dan hasil sisa produksi industri yang berkembang di sekitar
pelabuhan Tanjung Bonang, Sluke dan berakibat munculnya penyakit yang menyerang
udang sehingga produksi gagal. Investor dan pengelola pun mengalami kerugian.
Penggunaan metoda tambak intensif merupakan pilihan
terakhir, untuk mensiasati kondisi lingkungan sekitar tambak yang sudah “tidak
subur”. Tidak subur dalam arti tidak terdapat kondisi ekosistem mangrove yang
mampu memainkan peran sebagai buffer
filter terhadap senyawa – senyawa yang tidak berguna hasil buangan dari
tambak disekitarnya, dan limbah baik rumah tangga maupun industri.
Konsekuensi yang timbul dari pemilihan metoda tambak
intensif adalah meningkatnya biaya produksi dibandingkan metoda tambak
sederhana. Peningkatan biaya produksi, jika tidak diikuti oleh peningkatan
nilai jual udang di pasar tentunya akan menghasilkanl hitungan BCR (benefit – cost ratio) menjadi kecil.
Kondisi ini mengancam dan investor – pengelola tidak lagi mendapatkan
keuntungan. Hal inilah yang terjadi di tambak pesisir Sluke, investor –
pengelola berani me-relokasi investasinya ke Kepulauan Karimunjawa
.
Kotak 1. Berita yang memuat
perubahan tenurial kawasan tambak di Kaliwungu sebagai kawasan industry dan
penawaran penjualan tambak masyarakat untuk kegiatan industri di sekitar
Kawasan Industri Kendal.
Tambak di Kaliwungu merupakan tambak metoda sederhana,
terdesak oleh peruntukan tata ruang yaitu perubahan tenurial untuk Kawasan
Industri Kendal (KIK). Perubahan tenurial ini
dengan alasan sudah “tidak produktif”. Sesuai Tabel 1, tambak di bagian
belakang mulai ditinggalkan karena perhitungan BCR dari tambak metode sederhana
sudah “tidak produktif” atau keuntungan berkurang. Sedangkan untuk meningkatkan
menjadi tambak intensif juga terbentur dengan permodalan dan keahlian
mengelolanya yang berbeda dengan tambak sederhana. Hal ini lah yang kemudian
menjadi pemikiran oleh pemerintah daerah untuk merubah tambak menjadi kawasan
industri. Hal ini sudah direncanakan sejak tahun 2014 dan peresmian
dilaksanakan pada 14 Nopember 2016. Pembangunannya secara bertahap. Pada tahun
2021 diharapkan lahan bekas tambak yang di sulap menjadi kawasan industri
mencapai 860 hektar.
Pulau Kecil Yang
Hilang di Semarang
Berkaitan dengan Re-born tambak dengan jenis udang vaname
saat ini yang di budidayakan di Karimunjawa apakah perlu di larang? Apakah
ekosistem mangrove di Kecamatan Karimunjawa hanya akan difungsikan untuk
konservasi?
Menjawab
pertanyaan di atas, marilah kita melihat sejarah tenggelamnya Pulau Tirang di
pesisir utara Kota Semarang.dari kacamata pemberitaan dari media massa
elektronik dan media sosial blogger di bawah ini. Kisah Pulau Tirang ini dimuat
kembali 6 bulan yang lalu melalui media elektronik JATENGTODAY.COM (lingkaran hijau).
Poin –poin penting dalam pemberitaan ini, saya lingkari dengan warna merah,
sebagai bahan permenungan dan pembelajaran untuk pulau kecil lainnya terutama
di Kepulauan Karimunjawa.
Box 2. Berita tentang Pulau Tirang di
Pesisir Utara Kota Semarang Yang Hilang Tenggelam
Pulau
Tirang, awalnya merupakan ikon wisata hutan mangrove pulau kecil di utara kota
Semarang. Berbagai jenis mangrove tumbuh dan memainkan peran ekologi, yang
memberikan kehidupan berbagai keanekaragaman hayati seperti jenis – jenis
burung dan biota laut yang dapat diamati oleh wisatawan yang berkunjung dengan
menggunakan perahu melintasi pulau tersebut. Memberikan matapencaharian bagi
penduduk sekitar melalui kegiatan wisata.
Pulau Tirang sebagai pulau kecil
menghadapi tekanan seperti : 1) Penebangan sebagaian ekosistem mangrove untuk tambak
udang dan bandeng; 2) Abrasi oleh gelombang air laut yang mengakibatkan badan
pulau tenggelam terkikis air laut; dan 3) Kerusakan lingkungan akibat limbah
dari sejumlah pabrik mengakibatkan kawasan mangrove Pulau Tirang yang tersisa
(karena penggunaan sebagaian untuk tambak) teracuni dan mati.
Kondisi Pulau Tirang membuktikan bahwa eksistensi pulau kecil
dipengaruhi oleh ekosistem hutan mangrove dan rentan terhadap perubahan
lingkungan, baik oleh aktivitas manusia maupun alam. Habisnya hutan mangrove di
Pulau Tirang akibat penggunaan sebagian ekosistem mangrove untuk lahan tambak,
keberadaan buangan limbah pabrik dan abrasi telah menenggelamkannya.
Bagaimana di Kemujan dan Karimunjawa?
Tekanan pulau Kemujan dan Karimunjawa pada periode tahun
1990-an sampai dengan 2000-an adalah 1) Penebangan tegakan vegetasi mangrove untuk
lahan tambak udang windu; 2) Penebangan mangrove untuk pemukiman; 3) Limbah
buangan dari tambak metoda sederhana untuk pembudidayaan udang windu; dan 4)
Ancaman energi gelombang air laut (abrasi).
Pada periode di atas, tekanan – tekanan terhadap Pulau
Kemujan dan Karimunjawa di daerah pesisir masih dapat di toleransi. Ekosistem
mangrove di sana telah menunjukkan daya lentingnya, walapun memerlukan periode
waktu puluhan tahun atau minimal 17 tahun dari tahun 2000-an pada saat tambak
udang windu mulai kolaps. Daya lenting yang diperankan oleh ekosistem hutan
mangrove di Kemujan dan Karimunjawa telah mengakibatkan adanya restorasi alami
pada bekas lahan tambak (lihat sub bab - Profil Mangrove di Kemujan dan Karimunjawa yang datanya didapatkan tahun 2009 dan citra google tahun
2017).
Tekanan
Pulau Kemujan dan Karimunjawa telah dimulai lagi pada tahun 2017 yang saya
sebut periode Re-born tambak udang.
Tekanannya berupa : 1) Penebangan tegakan vegetasi mangrove yang telah
mengalami daya lenting melaluii restorasi alami; 2)Penebangan mangrove untuk
sarana wisata; 3)Pembuatan tambak udang metode intensif; 3) Limbah buangan
tambak udang intensif; 4) Galian C berupa tambang pasir di daerah pesisir; dan 5)
Ancaman energy gelombang laut (abrasi).
Tekanan
menjadi semakin berat pada periode re-born
tambak udang. Mengapa? Tambak intensif dicirikan dengan penggunaan pakan
buatan yang hampir 100%, terpal plastik untuk memisahkan dengan substrat dasar,
kincir air untuk meningkatkan oksigen terlarut, siphon untuk membuang lumpur
dan sisa pakan yang tidak tercerna dan pencucian (saponin : pestisida organik)
tambak pasca panen. Kondisi di atas akan menghasilkan akumulasi limbah buangan
pasca panen yang mempunyai beban tinggi pada lingkungan.
Mengapa mempunyai beban lingkungan yang tinggi? Kuncinya
penggunaan pakan buatan. Limbah tambak udang berupa sisa pakan dan feses. Sisa
pakan berupa unsur organik yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem pantai.
Akumulasi unsur organik di lingkungan perairan (ekosistem mangrove dan laut) dapat
meningkatkan populasi alga (blooming
algae). Blooming algae
menyebabkan kondisi perairan menjadi anoksigen dapat mengganggu komunitas biota
laut yang dapat menyebabkan kematian massal.
Limbah tambak udang juga memicu munculnya senyawa
tereduksi seperti NH3, CH4, dan H2S yang
bersifat toksik (racun) sehingga dapat membunuh semua mahluk hidup yang ada
tidak terkecuali ikan, makrobentos maupun tegakan vegetasi mangrove.
Ancaman
tambak udang periode re-born kali,
bukan sekedar mengancam eksistensi Pulau Kemujan dan Karimunjawa sebagai pulau
kecil ataupun keutuhan ekosistem mangrove baik di dalam maupun di luar kawasan
konservasi. Ancaman akhir bagi pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yaitu :
1.
Kolaps-nya industri
wisata;
Kolaps-nya industri wisata di Karimunjawa disebabkan
rusaknya obyek daya tarik wisata utama yaitu ekosistem terumbu karang terutama
keindahan karang dan keanekaragaman ikan. Selain kualitas perairan sebagai
media snorkeling dan diving tidak layak lagi untuk wisatawan sesuai peraturan
menteri lingkungan hidup.
Kolaps-nya industri wisata di Karimunjawa bersamaan
dengan hancurnya perikanan tangkap di zona tradisional yang selama ini memenuhi
kebutuhan ikan tangkap untuk wisatawan dan masyarakat lokal.
2.
Hilangnya pesisir
pantai hingga tenggelamnya pulau Karimunjawa dan Kemujan.
Kematian massal tegakan mangrove memperbesar peluang
abrasi pada pesisir yang ada, karena tidak ada lagi kemampuan untuk meredam
energi gelombang air laut dan kemampuan sediment
trap.
NH3, CH4, dan H2S
|
Blooming algae
|
Ter- reduksi
|
Kondisi Anaerob
|
Kondisi Toksik
|
Senyawa toksik terlarut
|
Perairan
|
Kematian massal ikan, karang,
makrobentos dll
|
Ekosistem Terumbu Karang dan Lamun
rusak
|
Industri Wisata Kolaps
|
Substrat dan perairan mangrove
|
Kematian massal tegakkan mangrove
|
Abrasi
|
Pesisir pantai hilang hingga
lenyapnya pulau kecil
|
Energi gelombang air laut
|
Sedangkan bagi nelayan yang berbasis di Pantai Utara Jawa
Tengah kondisi seperti yang digambarkan pada Gambar diagram alur di atas akan
mengakibatkan hilangnya plasma nutfah sebagai sumber daya alam bidang perikanan
tangkap. Melalui sosialisasi rutin tahunan oleh petugas Balai TNKj, masyarakat
nelayan pantura Jawa Tengah telah mengetahui bahwa perairan TNKj merupakan
kawasan konservasi. Stakeholder tersebut selama ini memanfaatkan spilover ikan dengan menangkap diluar
kawasan TNKj. Karena di dalam TNKj untuk mengakomodasi perikanan tangkap hanya
terdapat zona perikanan tradisional yang penangkapannya hanya menggunakan
peralatan tradisional yang ramah lingkungan dan untuk masyarakat lokal/
setempat.