Gambar 1. Prof. Suharsono dan DR. Munasik, dua orang ahli ekosistem terumbu karang dari dua generasi.
BELAJAR DARI JIWA MAESTRO KARANG
Oleh : Isai Yusidarta, ST., M.Sc.*
Kasus kapal tongkang pengangkut batu bara yang terdampar
di gugusan karang tepi Pulau Cilik dan Pulau Tengah serta gugusan karang Taka
Tengah kawasan Taman Nasional Karimunjawa (TNKj) menjadi perhatian Prof.
Suharsono dari PO2LIPI. Perhatian beliau sama kadarnya dengan kasus Caledonia
Sky yang kandas di gugusan karang perairan dekat Pulau Kri kawasan Raja Ampat.
Membandingkan kerusakan akibat Caledonia Sky dengan Kapal
Tongkang ibarat langit dan bumi. Kasus Caledonia Sky menjadi perhatian
masyarakat dunia dengan luasan kerusakan yang sudah dihitung oleh Tim Prof
Suharsono sebesar 13.270,4 m2 dari luasan gugusan karang di Pulau
Kri 98.039,83 m2. Berarti terdapat 13,54% gugusan karang tersebut “terdampak”
Caledonia Sky.
Kepakaran pengetahuan tentang lingkungan perairan
khususnya terumbu karang sudah tidak perlu diragukan lagi. Prof. Suharsono
menunjukkan sisi lain kepada penulis yaitu kemampuan mengorganisasi dan
menginisiasi penanganan kasus Caledonia Sky. Kemampuan ini sangat langka
ditemukan pada diri seorang professor yang sangat rendah hati. Apa yang beliau
kemukakan langsung diamini oleh para pejabat eselon 1 di lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang hadir pada acara “Pembahasan Penyelesaian Kasus Perusakan
Terumbu Karang Akibat Kapal Tongkang Kandas di Taman Nasional Karimunjawa Tahun
2017” di Balai TNKj tanggal 12 April 2017.
Pengoranisasian dan inisiasi
yang dilontarkan oleh Prof Suharsono dimulai dengan membentuk tim – tim kerja.
Tim kerja tersebut terdiri dari : 1) Tim Koordinasi, negoisasi dan logistik; 2)
Tim Penegakkan hukum; 3) Tim Geo Informasi Sistem (GIS); 4) Tim Penilaian
Kondisi Terumbu Karang; dan 5) Tim Valuasi Ekonomi. Beliau menyarankan untuk
ditempatkan “Imam” atau koordinator yang tepat dan Koordinator dipersilahkan
memilih “Makmun-nya” atau anggota sendiri.
Kepakaran dan kearifan Prof.
Suharso yang lain dapat dilihat dalam rancangan pengorganisasian dan
penginisasian penanganan kasus Tongkang yaitu :
Mendahulukan dialog dua arah sebagai pegangan menentukan sikap. Beliau
meminta pendapat tentang tipe kecelakaan bukan langsung menjustifikasi sesuai
teori yang sudah dikuasai. Teknik dialog dua arah dapat disarikan dari
pertanyaan yang dilontarkan sebagai berikut :
1.
Mendahulukan dialog dua arah sebagai pegangan
menentukan sikap. Beliau meminta pendapat tentang tipe kecelakaan bukan langsung
menjustifikasi sesuai teori yang sudah dikuasai. Teknik dialog dua arah dapat
disarikan dari pertanyaan yang dilontarkan sebagai berikut :a)
Kapal atau tongkang menabrak, kandas atau terdampar. b)
Gerakan saat membebaskan? Saat pasang atau surut. c)
Kerusakan tambahan akibat hembusan propeler, jangkar
dll d)
Bagaimana alur yang dipakai untuk
melepaskan. e)Jenis kerusakan fisik saja atau ada kebocoran lainnya. (minyak atau kimia
lainnya).
2.
Mengakomodir berbagai opsi penyelesaian kasus yaitu
pidana, perdata atau penyelesaian melalui “kesepakatan” di luar pengadilan, beliau
mengusulkan Tim Koordinasi, Negoisasi dan Logistik terdapat fungsi tambahan berkoordinasi
dengan team asuransi atau pemilik kapal untuk turun bareng dilapangan untuk
melakukan survei bersama, menetapkan metoda dan cara meverifikasi, sharing data
dan cara menganalisa. Hal ini membuktikan cara kerja Prof. Suharsono sesuai dengan peribahasa “sekali
merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”.
3. Sifat cermat dan aplikatif dalam diri Prof. Suharsono dapat dilihat dari
fungsi Tim GIS yaitu : a)
Menghasilkan peta lokasi kejadian dan lokasi
kerusakan dan terdampak. b)
Menghitung area kerusakan karang. c)
Persiapkan peta kerja dari citra satelit resolusi
tinggi 60 cm quickbird/ (arcis dan esri). d)
Memasang batas-batas area kerja dg pelampung.e)
Melakukan tracking
area kerusakan dg GPS. f)
Menggunakan drybag dan penyelam utk tracking. g)
Pastikan penyelam menelusuri batas rusak dan tidak
rusak. h)
Gunakan rubber boat/ perahu kecil bila menggunakan
teknik towing. i)
Masukan data koordinat tracking ke peta dasar. j) Ambil posisi koordinat rusak dan tidak rusak sebanyak mungkin utk konfirmasi
dan verifikasi.
Point 3 huruf a, b, c, d, g, i dan
j menunjukkan kecermatan, dibuktikan dengan pilihan menggunakan citra quickbird yang mempunyai skala 1 : 5.000,
paling detail dibandingkan citra lainnya. Tujuannya untuk medapatkan gambaran paling
detail lokasi kasus tongkang. Poin d, e, f dan h menunjukkan sifat aplikatif. Sulit melakukan tracking area, karena sampai saat ini
GPS tidak mampu menangkap sinyal satelit di dalam kolom perairan. Beliau
menyarankan menggunakan drybag untuk
melindungi GPS dari air laut dan diikatkan pada tubuh penyelam yang kemudian
melakukan tracking dengan teknik snorkeling
mengingat luasan kasus tongkang diperkirakan 1.660 m2 yang berasal dari pengukuran awal berbagai
pihak.
4. Nilai ilmiah, tercermin dalam penentuan fungsi yang
ada di dalam tim penilai kondisi ekosistem terumbu karang yaitu : a)
Tugas utama menyajikan data dan informasi kondisi
terumbu karang yg masih baik dan rusak disekitar kejadian. b)
Lakukan survei secara cepat area kerja yg telah
dibuat oleh team GIS. c)
Tetapkan status homogenitas area. d)
Tetapkan keterwakilan lokasi transek baik utk lokasi
yg rusak maupun tidak rusak. e)
Gunakan metoda yg tepat sesuai kondisi dan lokasi f)
Jika menggunakan UPT (under water photo transek)
masukan kerusakannya kedalam katagori DC baik utk karang maupun Sand. g)
Catat keanekaragaman biota baik karang maupun non
karang. h)
Catat jenis biota yang dominan. i)
Ambil foto kerusakan dan yg tidak rusak, lereng
terumbu dan profil pantai. j)
Kondisi oseanografis. k)
Pola arus pola pasang surut. l)
Geomorfologi sekitar tempat kejadian, tempat
terbuka, teluk, selat dll. m)
Kemudahan untuk mencapai lokasi.
Arahan dalam poin ini sudah
mencakup parameter dalam penilaian ekosistem terumbu karang dengan
memperhitungkan berbagai hambatan, rintangan dan gangguan yang kemungkinan
dapat terjadi di tingkat tapak yang tidak dapat diprediksi. Nilai ilmiah yang
didapat tanpa mengabaikan keselamatan kerja sebagai acuan utama pengambilan data
yang mempunyai validitas tinggi.
Profesionalisme dan kerendahan hati Prof. Suharsono dibuktikan bahwa
beliau masuk di dalam anggota Tim Penilaian Kondisi Terumbu Karang yang
dikoordinatori oleh DR. Munasik dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro dengan argumen beliau bahwa “DR. Munasik lebih paham
kondisi terumbu karang di perairan TNKj karena merupakan lokasi penggalian ilmu
karang dalam diri DR. Munasik”. Satu argument yang sangat arif, bijak dan berjiwa
besar oleh seorang terkemuka dalam bidangnya.
5. Memiliki nilai keadilan yang dilandasi unsur
obyektif tinggi dan kepentingan para pihak berdasarkan kajian ilmiah, dapat
ditafsirkan pada fungsi tim valuasi ekonomi yang dibentuk yaitu : a)
Membuat besaran (total) klaim yang akan diajukan ke
pihak asuransi atau perusahan pemilik kapal/ tongkang.; b)
Besaran klaim antara lain meliputi :
·
Biaya kehilangan jasa ekosistem,
·
Biaya pemulihan, pemeliharaan dan,
·
Biaya penyelesaian perkara,
·
Biaya kerugian masyarakat akibat kerusakan.
Nilai-nilai kepakaran yang
diselubungi kearifan Prof. Suharsono dapat dijadikan suri tauladan bagi para
pengelola “Benteng Terakhir” yaitu kawasan konservasi terkhusus TNKj.
Amin
*Pengendali Ekosistem Hutan Balai Taman Nasional Karimunjawa