ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION DI PERAIRAN KARIMUNJAWA
Oleh Isai Yusidarta
ST., M.Sc.
(Pengendali Ekosistem Ahli Muda Balai Taman Nasional
Karimunjawa)
Foto drone oleh Nugroho Dri Atmojo di dalam kawasan perairan Taman Nasional Karimunjawa
Kapal
merupakan alat transportasi yang paling tua dalam sejarah peradaban manusia
yang digunakan hingga saat ini. Menggangkut logistik adalah dominasi fungsi
kapal modern saat ini. Pergerakan kapal dalam lalu lintas di laut seringkali
mengakibatkan gangguan pada ekosistem terumbu karang, termasuk di dalam
perairan Taman Nasional Karimunjawa (TNKj). Karena letaknya yang strategis di
tengah – tengah perairan Laut Jawa menjadi persimpangan kapal – kapal komersial
dalam jalur pelayarannya. Alasan cuaca ekstrim, seringkali berlabuh di dalam
perairan TNKj. Padahal, TNKj sebagai kawasan konservasi (laut), sudah menjadi
salah satu dari 10 kawasan yang harus bebas dari alur pelayaran yang memasuki
perairan dalam pulau.
Sejak kasus
Caledonia Sky, vessel grounding (kapal
kandas) di periran TNKj mulai terkuak ke permukaan publik dan media sosial. Penangannya
menggunakan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup. Tug Boat Samudera Pratama 01 – Tongkang SPA27007
merupakan salah satu contoh penanganan kapal kandas di perairan Telaga TNKj yang
menggunakan skema penyelesaian sengketa lingkungan hidup (PSLH) di luar
pengadilan atau Alternative Dispute
Resolution (ADR).
Latar belakang
ADR adalah 1) Ketidakpuasan terhadap proses pengadilan yang memakan waktu yang
relatif lama, mahal dan sulit; 2) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
menimbulkan perasaan bermusuhan di antara para pihak; 3) Adanya budaya
musyawarah yang telah dikenal dalam berbagai masyarakat; 4) Penyelesaian
bersifat win-win solution; 5)
memperhatikan aspek substantif, prosedural dan psikologis; dan 6) kedudukan
kedua belah pihak yang bersengketa
adalah “sama kuat” di mata hukum, sangat beda ketika sudah memasuki ranah
pengadilan.
Sesuai Pasal
86 UU No. 32 Tahun 2009 penyedia jasa mediator pada kasus vessel grounding TB SP 01- SPA27007 adalah Sub Direktorat
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, Direktorat
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pelaksanaan ADR
Secara riil, grounding vessel diatas diawali oleh laporan warga Desa Kemujan
pada tanggal 15 Agustus 2017 kepada Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I
Kemujan, diteruskan ke Balai TNKj, yang selanjutnya membuat laporan ke
Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup.
Melalui Sub
Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan sebagai
mediator, membentuk tim penyelesaian yang terdiri dari ahli kerusakan terumbu
karang, ahli ekologi terumbu karang dan ahli valuasi ekonomi kerusakan terumbu
karang yang kompeten ditunjukkan dengan sertifikat keahlian atau kompetensi di
bidangnya untuk melaksanakan verifikasi lapangan pada tanggal 11 – 15 September 2017.
Verifikasi
lapangan dilaksanakan dengan konsep join survey bersama pengacara dan tim ahli
yang ditunjuk pihak perusahaan pemilik kapal. Pelaksanaan join survey juga
dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup Jepara, Dinas Lingkungan Hidup Jawa Tengah
dan perwakilan stakeholder lokal seperti syahbandar, navigasi dan lain – lain.
Pada saat join
survey telah terjalin kesamaan : 1) Lokasi pengukuran kerusakan terumbu karang;
2) Metoda pengukuran kerusakan terumbu karang; 3) Metoda penilaian ekologi
terumbu karang; 4) Stasiun sampling ekologi terumbu karang, dan; 5) Metoda
valuasi ekonomi terumbu karang. Tujuannya adalah tidak terdapat perbedaan
pendapat yang dapat mengakibatkan “debat kusir” pada tahapan ADR selanjutnya.
Disaat waktu jeda selama join survey, tidak jarang terjadi diskusi mendalam di
antara tim ahli kedua belah pihak. Hal ini penting untuk meminimalkan perbedaan
pendapat dan menyelesaikan kemungkingan beda hasil di lapangan secepat mungkin.
Tahap
selanjutnya adalah pelaksanaan klarifikasi hasil verifikasi oleh kedua belah
pihak pada tanggal 9 Oktober 2017. Pada tahapan ini, tim ahli kedua belah pihak
dapat melakukan diskusi hasil laporan pelaksanaan verifikasi lapangan berdasarkan
pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge)
dan referensi ilmiah. Bukan kukiralogi atau kelirumologi. Pada tahapan ini
telah di sepakati luas kerusakan terumbu karang, rona awal berupa prosentase
penutupan terumbu karang dan jenis - jenisnya sebelum terjadi vessel grounding, luas klaim kerusakan
terumbu karang. Sedangkam nilai klaim ganti rugi kerusakan akan dipelajari
terlebih dahulu dan ditangggapi oleh pihak pemilik kapal, pengacara dan tim
ahlinya pada saat negosiasi. Semua proses dalam tahapan ini dibuatkan notulensi
yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Tahap
negosiasi dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2017. Diskusi mendalam terkait
nilai klaim ganti rugi dilaksanakan oleh pihak yang bersengketa seharian penuh.
Melalui argumen ilmiah, terjadi kesepakatan nilai ganti rugi sebesar Rp
987.795.188,26 untuk luas klaim kerusakan 24,09 m2 dan skema
pembayarannya yang dibayarkan ke negara (bukan Balai TNKj). Nilai ganti rugi terbagi
4 (empat) komponen yaitu rehabilitasi, kerugian community fisheries, kerugian jasa ekosistem dan verifikasi.
Pekerjaan Rumah
Kesepakatan
atas konsep ADR/ PSLH di luar pengadilan, menghasilkan pekerjaan rumah yang
tidak ringan untuk mengaplikasikan kesepakatan diatas. Harus berhasil
mengaplikasikan kesepakatan yang ada, termasuk restorasi terumbu karang yang
rusak. Kesepakatan memuat klausul bahwa pihak pemilik kapal dapat mengetahui
perkembangan pelaksanaan restorasi yang dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun.
Hasil
kesepakatan jika analogi dibalikkan, mirip adposi pemulihan ekosistem terumbu
karang. Pihak pemilik kapal, yang bertanggung jawab merusak terumbu karang,
telah menyediakan (“menitipkan”) sejumlah dana berdasarkan perhitungan
pengetahuan ilmiah untuk merestorasi ekosistem terumbu karang dan berhak
mengetahui hasil akhir restorasi. Artinya jika tidak berhasil berarti dapat
berlaku implikasi hukum positif.
Sudah
sewajarnya, jika pihak – pihak yang nantinya mempunyai kewenangan melaksanakan
restorasi harus benar – benar mempunyai pengetahuan, pengalamaan dan
terverifikasi oleh para ahli di bidang restorasi terumbu karang. Artinya, yang
melakukan restorasi tidak harus Balai TNKj, bisa juga pihak – pihak yang
berbadan hukum, yang mempunyai kompetensi. Mengapa? Karena proses yang terjadi
akan menjadi contoh pembelajaran terbaik restorasi, sebab skema ADR yang
terjadi di perairan Telaga TNKj adalah yang pertama di dunia di kawasan
konservasi.
Apabila selama
ini banyak pihak yang menyatakan klaim mencintai alam Karimunjawa,
persiapkanlah diri meleburkan diri berperan serta dalam proses pelaksanaan
hasil ADR di atas, melengkapi diri
dengan pengetahuan, pengalaman, keahlian
dan terverifikasi oleh para ahli di bidang restorasi terumbu karang.
Gambar 2. Ahli Penilaian Kerusakan Terumbu Karang dari UI yang dihadirkan oleh pihak perusahaan pemilik kapal dalam klarifikasi dan negosiasi klaim ganti rugi vessel grounding kasus lainGambar 3. Contoh suasana dalam proses negosiasi klaim ganti rugi kasus vessel grounding, stakeholder yang terlibat seperti pemilik kapal, pengacara, asuransi, broker asuransi dan tim ahli dari pihak kapal hadir
Gambar 4. Kasubdit PSLH Bidang Sumber Daya Alam sebagai mediator dalam skema ADR
Gambar 5. Tim ahli dari pemerintah yang berasal dari akademisi salah satu nya ahli valuasi ekonomi dari IPB mencermati segala perkembangan dalam proses negosiasi yang berdasarkan kajian ilmiah dan berbasis pengetahuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar