Rabu, 14 Maret 2018

ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION DI PERAIRAN KARIMUNJAWA
Oleh Isai Yusidarta ST., M.Sc.
(Pengendali Ekosistem Ahli Muda Balai Taman Nasional Karimunjawa)

Foto drone oleh Nugroho Dri Atmojo di dalam kawasan perairan Taman Nasional Karimunjawa
Kapal merupakan alat transportasi yang paling tua dalam sejarah peradaban manusia yang digunakan hingga saat ini. Menggangkut logistik adalah dominasi fungsi kapal modern saat ini. Pergerakan kapal dalam lalu lintas di laut seringkali mengakibatkan gangguan pada ekosistem terumbu karang, termasuk di dalam perairan Taman Nasional Karimunjawa (TNKj). Karena letaknya yang strategis di tengah – tengah perairan Laut Jawa menjadi persimpangan kapal – kapal komersial dalam jalur pelayarannya. Alasan cuaca ekstrim, seringkali berlabuh di dalam perairan TNKj. Padahal, TNKj sebagai kawasan konservasi (laut), sudah menjadi salah satu dari 10 kawasan yang harus bebas dari alur pelayaran yang memasuki perairan dalam pulau.
Sejak kasus Caledonia Sky, vessel grounding (kapal kandas) di periran TNKj mulai terkuak ke permukaan publik dan media sosial. Penangannya menggunakan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Tug Boat Samudera Pratama 01 – Tongkang SPA27007 merupakan salah satu contoh penanganan kapal kandas di perairan Telaga TNKj yang menggunakan skema penyelesaian sengketa lingkungan hidup (PSLH) di luar pengadilan atau Alternative Dispute Resolution (ADR).
Latar belakang ADR adalah 1) Ketidakpuasan terhadap proses pengadilan yang memakan waktu yang relatif lama, mahal dan sulit; 2) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan menimbulkan perasaan bermusuhan di antara para pihak; 3) Adanya budaya musyawarah yang telah dikenal dalam berbagai masyarakat; 4) Penyelesaian bersifat win-win solution; 5) memperhatikan aspek substantif, prosedural dan psikologis; dan 6) kedudukan kedua belah pihak  yang bersengketa adalah “sama kuat” di mata hukum, sangat beda ketika sudah memasuki ranah pengadilan.
Sesuai Pasal 86 UU No. 32 Tahun 2009 penyedia jasa mediator pada kasus vessel grounding TB SP 01- SPA27007 adalah Sub Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pelaksanaan ADR
Secara riil, grounding vessel  diatas diawali oleh laporan warga Desa Kemujan pada tanggal 15 Agustus 2017 kepada Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Kemujan, diteruskan ke Balai TNKj, yang selanjutnya membuat laporan ke Direktorat  Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup.
Melalui Sub Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan sebagai mediator, membentuk tim penyelesaian yang terdiri dari ahli kerusakan terumbu karang, ahli ekologi terumbu karang dan ahli valuasi ekonomi kerusakan terumbu karang yang kompeten ditunjukkan dengan sertifikat keahlian atau kompetensi di bidangnya untuk melaksanakan verifikasi lapangan pada tanggal  11 – 15 September 2017.  
Verifikasi lapangan dilaksanakan dengan konsep join survey bersama pengacara dan tim ahli yang ditunjuk pihak perusahaan pemilik kapal. Pelaksanaan join survey juga dihadiri oleh Dinas Lingkungan Hidup Jepara, Dinas Lingkungan Hidup Jawa Tengah dan perwakilan stakeholder lokal seperti syahbandar, navigasi dan lain – lain.
Pada saat join survey telah terjalin kesamaan : 1) Lokasi pengukuran kerusakan terumbu karang; 2) Metoda pengukuran kerusakan terumbu karang; 3) Metoda penilaian ekologi terumbu karang; 4) Stasiun sampling ekologi terumbu karang, dan; 5) Metoda valuasi ekonomi terumbu karang. Tujuannya adalah tidak terdapat perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan “debat kusir” pada tahapan ADR selanjutnya. Disaat waktu jeda selama join survey, tidak jarang terjadi diskusi mendalam di antara tim ahli kedua belah pihak. Hal ini penting untuk meminimalkan perbedaan pendapat dan menyelesaikan kemungkingan beda hasil di lapangan secepat mungkin.
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan klarifikasi hasil verifikasi oleh kedua belah pihak pada tanggal 9 Oktober 2017. Pada tahapan ini, tim ahli kedua belah pihak dapat melakukan diskusi hasil laporan pelaksanaan verifikasi lapangan berdasarkan pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge) dan referensi ilmiah. Bukan kukiralogi atau kelirumologi. Pada tahapan ini telah di sepakati luas kerusakan terumbu karang, rona awal berupa prosentase penutupan terumbu karang dan jenis - jenisnya sebelum terjadi vessel grounding, luas klaim kerusakan terumbu karang. Sedangkam nilai klaim ganti rugi kerusakan akan dipelajari terlebih dahulu dan ditangggapi oleh pihak pemilik kapal, pengacara dan tim ahlinya pada saat negosiasi. Semua proses dalam tahapan ini dibuatkan notulensi yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Tahap negosiasi dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2017. Diskusi mendalam terkait nilai klaim ganti rugi dilaksanakan oleh pihak yang bersengketa seharian penuh. Melalui argumen ilmiah, terjadi kesepakatan nilai ganti rugi sebesar Rp 987.795.188,26 untuk luas klaim kerusakan 24,09 m2 dan skema pembayarannya yang dibayarkan ke negara (bukan Balai TNKj). Nilai ganti rugi terbagi 4 (empat) komponen yaitu rehabilitasi, kerugian community fisheries, kerugian jasa ekosistem dan verifikasi.
Pekerjaan Rumah
Kesepakatan atas konsep ADR/ PSLH di luar pengadilan, menghasilkan pekerjaan rumah yang tidak ringan untuk mengaplikasikan kesepakatan diatas. Harus berhasil mengaplikasikan kesepakatan yang ada, termasuk restorasi terumbu karang yang rusak. Kesepakatan memuat klausul bahwa pihak pemilik kapal dapat mengetahui perkembangan pelaksanaan restorasi yang dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun.
Hasil kesepakatan jika analogi dibalikkan, mirip adposi pemulihan ekosistem terumbu karang. Pihak pemilik kapal, yang bertanggung jawab merusak terumbu karang, telah menyediakan (“menitipkan”) sejumlah dana berdasarkan perhitungan pengetahuan ilmiah untuk merestorasi ekosistem terumbu karang dan berhak mengetahui hasil akhir restorasi. Artinya jika tidak berhasil berarti dapat berlaku implikasi hukum positif.
Sudah sewajarnya, jika pihak – pihak yang nantinya mempunyai kewenangan melaksanakan restorasi harus benar – benar mempunyai pengetahuan, pengalamaan dan terverifikasi oleh para ahli di bidang restorasi terumbu karang. Artinya, yang melakukan restorasi tidak harus Balai TNKj, bisa juga pihak – pihak yang berbadan hukum, yang mempunyai kompetensi. Mengapa? Karena proses yang terjadi akan menjadi contoh pembelajaran terbaik restorasi, sebab skema ADR yang terjadi di perairan Telaga TNKj adalah yang pertama di dunia di kawasan konservasi.
Apabila selama ini banyak pihak yang menyatakan klaim mencintai alam Karimunjawa, persiapkanlah diri meleburkan diri berperan serta dalam proses pelaksanaan hasil ADR di atas,  melengkapi diri dengan  pengetahuan, pengalaman, keahlian dan terverifikasi oleh para ahli di bidang restorasi terumbu karang.
Gambar 2. Ahli Penilaian Kerusakan Terumbu Karang dari UI yang dihadirkan oleh pihak perusahaan pemilik kapal dalam klarifikasi dan negosiasi klaim ganti rugi vessel grounding kasus lain


Gambar 3. Contoh suasana dalam proses negosiasi klaim ganti rugi kasus vessel grounding, stakeholder yang terlibat seperti pemilik kapal, pengacara, asuransi, broker asuransi dan tim ahli dari pihak kapal hadir

Gambar 4. Kasubdit PSLH Bidang Sumber Daya Alam sebagai mediator dalam skema ADR


Gambar 5. Tim ahli dari pemerintah yang berasal dari akademisi salah satu nya ahli valuasi ekonomi dari IPB mencermati segala perkembangan dalam proses negosiasi yang berdasarkan kajian ilmiah dan berbasis pengetahuan

Tidak ada komentar: