Pernah bertugas di Taman Nasional
Karimunjawa (TNkj) 2014 – 2019 dan kembali lagi mulai Mei 2023 hingga saat ini,
menyaksikan di tapak mulai terjadi perubahan cara berwisata oleh wisatawan.
Perubahan ini terlihat sangat jelas ketika mengamati wisatawan asing. Wisatawan
Nusantara pun juga telah melakukannya, walaupun tidak dominan. Ciri khas yang
tampak pada perubahan tersebut adalah lama tinggal yang lebih panjang (sekitar
7 hari), tidak menggunakan guide, tidak bergerombol dalam jumlah massal
(biasanya kurang dari 5 orang), sering memanfaatkan teknologi (membuka gadget),
tidak terburu-buru, sering stay /mampir satu lokasi dalam waktu lama, berjalan
kaki, bersepeda atau menggunakan kendaraan paling tinggi adalah motor bukan
mobil, sering bertanya ke penduduk lokal dan melakukan transaksi sendiri akomodasi
dan berbagai keperluan sehari – hari.
Wisata Slowcation
Mengapa tipe wisatawan tersebut
mempunyai ciri-ciri seperti di atas? Cara berwisata di atas muncul dari ide
liburan santai dan penuh kesadaran. Mereka merencanakan untuk tidak membuat
tubuh dan pikiran lebih lelah karena tergesa-gesa dikejar oleh waktu untuk
menyelesaikan schedule time wisatanya. Jadi mereka merancang
perjalanannya jauh-jauh hari dan matang banget.
Mereka menitikberatkan wisata
yang tenang, reflektif dan menikmati setiap titik moment perjalanan tanpa
buru-buru. Mereka ingin mendapatkan nilai lebih tanpa membuat badan capek.
Mereka ingin mendalami suatu nilai yang berguna pada lokasi yang dikunjungi,
daripada mengikuti aktivitas sejumlah aktivitas yang tercantum dalam itinerary
yang padat. Bahkan mereka dapat menambah lama tinggal untuk menyelesaikan nilai
tersebut.
Konsep mereka tentunya
bertentangan dengan gaya wisata yang buru-buru, mengikuti jadwal itinerary dan
kontrak wisata yang dibuat sebelum perjalanan. Kosep ini tentunya tidak sejalan
dengan paket wisata konvensional yang pakem menjalankan itinerary yang
disetujui. Konsep tipe ini disebut dengan wisata slowcation yang berasal dari
kata slow (artinya lambat) dan vacation (liburan) atau dengan kata lain “wisata
santai” serta akan menjadi tren pada tahun 2024.
Mengapa TNKj?
Melalui surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
74/Kpts-II/2001 Tanggal 15 Maret 2001 telah menetapkan Taman Nasional
Karimunjawa dengan luas 111.625 Ha (daratan P. Karimunjawa : 1.285,50 Ha,
daratan P. Kemujan : 222,20 Ha dan perairan laut : 110.117,30 Ha). Luasan
tersebut terdiri dari 5 ekosistem yaitu hutan hujan dataran rendah, hutan
pantai, hutan mangrove, lamun dan terumbu karang. Kelima ekosistem ini
menyediakan pemandangan alam (scenery beauty) dan keanekaragaman hayati (kehati).
Pemandangan alam dan kehati yang banyak memberikan keanekaragaman pilihan
tujuan berwisata, sehingga wisatawan tidak bosan untuk mengeksplorasi.
Tata ruang Kabupaten Jepara yang saat ini berlaku,
menyatakan Karimunjawa sebagai kawasan lindung. Mmenegaskan kawasan TNKj
sebagai kawasan konservasi dalam bentuk kawasan pelestarian alam yang harus
dijaga melalui prinsip 3 pilar konservasi yaitu pemanfaatan yang mendukung
usaha-usaha perlindungan dan pengawetan. Penetapan TNKj sebagai kawasan
strategis pariwisata nasional sangat bersinergi dengan prinsip konservasi. Maka
pariwisata ramah lingkungan adalah salah satu kunci pelaksanaannya.
Kehati Darat
TNKj adalah surga burung migran dari Asia maupun
Australia tercatat 22 spesies. Bird watching, pengamatan burung
migran memberikan sensasi yang berbeda tiap periode migrasi burung. Mendapatkan
foto burung yang mempunyai tagging memberikan kado ilmiah, bukti burung
bermigrasi. Macaca fascicularis Karimoendjawae merupakan monyet
ekor panjang endemik yang dapat ditemui dengan mudah. Memasang camera trap
pada kawasan hutan, selain memberikan kesehatan jasmani juga memberikan foto
kenangan binatang nokturnal yang menjadi amanat penetapan TNKj yaitu Rusa Timor,
Musang, Landak, dan Tikus Pohon Ekor Polos. Juga bisa mendapatkan anjing liar
yang menjadi alien spesies. Jika datang pada saat bunga bermekaran maka bisa
menemukan 23 jenis kupu-kupu, termasuk yang endemik yaitu Euploea crameri Karimondjawaensis, Euploea
Sylvester Karimondjawaensis dan Idea leuconoee Karimondjawae. Pohon
utama yang wajib diamati dan dibawa bagiannya sebagai souvenir hasil kerajinan
masayarakat yaitu Santigi, Kalimasada dan Dewandaru adalah oleh-oleh ikonik
TNKj.
Kehati Laut
Penyu Sisik dan Penyu Hijau merupakan reptil purba yang
dapat dijumpai jika beruntung pada saat penyelaman. Kalau tidak bisa datang ke
PSA (Pelestarian Semi Alami) Penyu Legon Janten yaitu lokasi penetasan penyu.
Jika ada stock tukik siap untuk dilepaskan, wisatawan dapat melepasliarkan
tukik dengan waktu menjelang maghrib atau sebelum matahari terbit. Ketika
menyelam di seluruh perairan TNKj mempunyai peluang menjumpai 64 genera karang
dan 353 spesies ikan, 5 jenis kima dan 15 spesies teripang. Penyelaman berkali-kali
diperlukan untuk mengekplorasi falsafah kehidupan bawah laut, memerlukan waktu
tinggal yang panjang.
Wisata Pulau
Terdiri dari 18 pulau yang telah berkembang menjadi pulau
resort wisata private maupun umum, dan belum dikembangkan. Sebanyak 4 pulau
berpenghuni yaitu Pulau Karimunjawa, Kemujan, Parang dan Nyamuk yang garis
pantainya pun sudah dan dapat menjadi destinasi wisata. Mulai dari pantai Boby,
Ujung Gelam, Batu Topeng, Barakuda hingga Batu Karang Pengantin. Banyaknya
pulau yang dapat dikunjungi, memberikan sensasi tersendiri ciri khas setiap
pulau dan pantai yang berbeda, menimbulkan hasrat memilih dan akhirnya ingin
mengunjungi semuanya. Bagi konten kreator wisata pantai di TNKj memberikan
background foto dan videonya, mampu menterjemahkan keinginan yang disampaikan
dan selaras dengan caption dalam media sosialnya.
Wisata Budaya
Komposisi penduduk dan perkampungan yang dihuni oleh 6
suku yaitu jawa, madura, bugis, bajo, buton dan mandar memberikan nuansa
tersendiri. Suku-suku tersebut memberikan warna pada seni dan budaya yang
majemuk dan tidak membosankan. Event pertunjukan seni dan budaya sering kali
dipertunjukkan pada waktu-waktu tertentu. Mengunjungi tiap perkampungan
berlatar suku, memberikan rasa keingintahuan tinggi mempelajari budaya dan
kehidupan mereka, sehingga acapkali melupakan waktu untuk kembali ke tempat
asal.
Bukan Pulau Kecil yang Krisis
TNKj sebagai tujuan wisata belum dan tidak lagi mengalami
krisis yang biasa dialami wisatawan di pesisir pulau-pulau kecil yang jauh dari
pulau daratan jawa yaitu air tawar, pangan, energi dan akses. Keempat krisis
tersebut hingga saat ini sudah bisa diatasi walaupun belum 100%. Tidak ada lagi
penggiliran nyala listrik, air tawar tersedia di hotel dan homestay, banyak
warung makan dan restoran buka setiap hari dan jaringan internet pendukung
komunikasi lancer. Transportasi laut dan udara siap melayani sesuai dengan
kemampuan finansial wisatwan. Hal tersebut meningkatkan kenyamanan berwisata.
Suasana Kebatinan Alam
Kebatinan mendalam atas suasana dan kondisi alam TNKj
memberikan nilai permenungan bagi visitor untuk meluapkan emosi kejiwaannya. Hal
ini cocok untuk aktivitas wisata healing. Lambaian hijaunya pepohonan di bukit,
nyanyian deburan ombak laut, terapi air laut yang biru, asupan protein ikan
laut yang segar bagi tubuh dan jauhnya hiruk pikuk kota dan suasana kerja dapat memberikan bentuk penyembuhan diri
untuk mendapatkan ketenangan jiwa, perasaan, batin dan pikiran.
Kondisi - kondisi di atas yang dicari para wisatawan dan pasti berkeinginan tinggal dalam waktu yang lama. Salah satu pemilik perusahaan yang berada di kota besar di Jawa, mengendalikan pengelolaan usahanya sehari-hari dari tempat “tinggalnya” di TNKj. Menurutnya, suasana di TNKj memberikan dorongan sehat untuk mendapatkan ide mengelola perusahaan dan meredakan gejolak hati, pikiran dan batin.
Jalan sehat - santai - senyum di trakking mangrove kemujan, meningkatkan imun wisatawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar