- Bagian 2* -
DILEMA BESAR JARING MURO AMI
DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU
(Isai
Yusidarta, ST., M.Sc. – Kepala SPTN Wilayah I, TNKpS)
(Wira Saut Parianto Simandjuntak, SP. –
Penyuluh SPTN Wilayah I)
(Hardian Agustin, S.Hut. – Polisi Hutan
SPTN Wilayah I)
(Mustalfin, SP. – PEH SPTN Wilayah I)
Diterjemahkan
ke Bahasa Inggris oleh :
Yuniar Ardianti, S.Hut. – Penyuluh Balai
TNKpS
Ketersinggungan
Penduduk dan Alam
Keberadaan penduduk di pulau –
pulau di Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) tidak dapat dilepaskan
keberadaan sumber daya alam laut di sekitarnya. Pada umumnya pulau-pulau kecil
mempunyai keterbatasan atau kondisi kritis (critical
conditions) dalam penyediaan
kebutuhan penduduknya, tidak terkecuali pada area pulau pemukiman di yang
merupakan enclave TNKpS.
Baik pulau pemukiman maupun pulau
private di TNKpS mengalami kondisi kritis (critical
conditions), diantaranya adalah : 1) Ketersediaan air bersih (fresh waters) terbatas; 2) Ketersediaan energi
terbatas dan harga yang tinggi; 3) Ketersedian dan pemenuhan pangan yang kurang
menyebabkan tingginya harga kebutuhan pokok; 4) Tebatasnya tanah daratan
menimbulkan reklamasi ala masyarakat lokal; 5) Lingkungan terestrial (daratan
pulau) yang rentan terhadap perubahan geomorfologi membutuhkanbiaya tinggi
untuk mempertahankan keberadaaanya; 6) Terbatasnya sarana kesehatan, baik medis
maupun paramedis; 7) Keterbatasan sarana prasarana pendidikan formal. Hanya
sampai pada tingkat SMA/SMK sederajat. Bakahan Pulau Kelapa Dua hanya sampai
tingkat TK/PAUD; 8) Ketersediaan bahan-bahan substitusi yang tidak ada. Bahan
bangunan berupa batu dan pasir dari gunung berapi yang berasal dari daratan
Pulau jawa tidak tersedia untuk menggantikan kebutuhan pasir laut dan batu
karnag yang sebenarnya menyusun kondisi lahan terestrial pulau; dan 9)
Ketersediaan informasi yang terbatas, khusus pulau pemukiman penduduk di TNKpS
dapat diantisipasi melalui sarana internet saja.
Kesembilan kondisi tersebut
menyebakan BIAYA HIDUP TINGGI untuk memenuhinya. Hal ini menyebabkan masyarakat
berlomba untuk menguras sumber daya alam yang tersedia disekitarnya tanpa
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian. Mereka menggunakan peralatan yang
memungkinkan untuk menangkap sebanyak-banyaknya sumber daya ikan hingga tanpa
memperhatikan kelestariannya, bahkan cenderung membahayakan keselamatan atau
memperpendek umur hidupnya masyarakat nelayan. Hal ini hanya untuk menghasilkan
PENDAPATAN SEBANYAK-BANYAKNYA untuk mengimbangi BIAYA HIDUP TINGGI di pulau
pemukiman kecil.
Jaring Muro
Ami
Masyarakat nelayan di kawasan
perairan TNKpS dapat dikatakan masih ada sebagaian melakukan penangkapan tidak
lestari untuk mengimbangi biaya hidu tinggi. Penangkapan ikan dengan jaring muro ami indikasi penggunaan potasium
sianida untuk penangkapan ikan hias, dan yang belum banyak disinggung adalah penangkapan
ikan dengan penggunaan lampu ber-watt
besar yang panas pancarannya dapat diduga membunuh juvenil ikan.
Penangkapan ikan jaring muro ami dapat dikatakan sudah
berlangsung lebih dahulu dibandingkan dengan penggunaan dua metoda penangkapan
ikan di atas dan masih berlangsung hingga saat ini. Disaat penggunaan jating muro ami di Taman Nasional Karimunjawa
atau TNKj (taman nasional laut yang paling dekat dengan TNKpS) sudah berhenti
total operasionalnya, di TNKpS masih berlangsung.
Masyarakat yang menggunakan jaring muro ami yang masih ada kesemuanya
berasal dari penduduk yang tinggal di Pulau Panggang. Diindikasikan jumlahnya
semakin menurun. Data yang berhasil dikumpulkan oleh SPTN Wilayah I, yang masih
mengoperasikan jaring muro ami sekitar
11 kelompok masyarakat. Pada saat beroperasi, 1 kelompok bisa terdiri hingga 20
orang. Artinya masih ada sekitar minimal 220 orang yang berprofesi penangkap
ikan menggunakan jaring muro ami.
Selama bertugas di TNKpS sering
menjumpai aktivitas penangkapan ikan dengan jaring ini. Salah satu yang terekam
terbaru adalah aktivitas penggunaan jaring muro
ami pada kotak 1 di atas. Foto – foto di bawah ini dapat menjadi gambaran
aktivitas tersebut dan pengaruhnya.
1. Penggunaan kompressor “tambal ban”
Gambar 1. Penggunaan kompressor diluat komporessor penyelaman oleh nelayan jaring muro ami
Nelayan jaring muro ami pada umumnya tidak mengenal yang namanya standar
keselamatan penyelaman dan penyelaman yang benar. Mereka hanya mendapatkan
pengetahuan ala kadarnya. Bisa berenang sedikit, masuk ke dalam air laut, dan
bernapas menggunakan mouthis yang
terhubung selang dengan kompressor tambal ban yang telah dimodifikasi.
Seringkali disebut nelayan kompresor.
Mereka tidak tahu bahayanya
penyelaman dengan peralatan seperti yang
mereka miliki. Udara yang mereka hisap adalah udara yang diambil bebas dari
luar. Tanpa air filter (penyaring
udara) dan menggunakan oil sintetis sebagai pelumas kompresornya. Kondisi ini
berbahaya karena udara yang masuk tidak tersaring dengan baik sehingga
karbondiokasida (CO2) akan bercampur dengan udara yang dimasukkan
kedalam tabung. Asap kompresor dari mesin penggerak dimungkinkan juga masuk
bercampur dalam tabung tekanan tinggi yang nantinya akan dihirup oleh penyelam
kompresor.
Pengaruh bercampurnya
karbondiokasida dalam saluran pernapasan penyelam kompresor adalah sesak napas,
napas cepat, pusing, pingsan, depresi pernapasan dan saraf pusat hingga
kematian.
Gambar 2. Selang kompressor yang sangat panjang dan banyak jumlahnya dalam sekali pemakaian.
Penggunaan kompresor tambal ban
pada aktivitas muro ami dapat
menyebabkan dekompresi akut bagi nelayan penyelam. Mengapa? Penggunaan
kompresor tambal ban modifikasi tidak memeberikan batas waktu bagi nelayan
ketika menyelam di dalam air, karena udara dipasok terus dari permukaan air.
Satu buah kompresor tambal ban
dimodifikasi untuk dapat menyalurkan udara ke penyelam dengan menggunakan
banyak selang. Hal ini dapat menyebabkan selang terlilit yang mengakobatkan
pasokan udara ke penyelam terhambat dan dapat berakibat fatal bagi penyelam.
2.
Hasil
tangkapan “ikan anakan”
Nelayan penyelam jaring muro ami akan turun terlebih dahulu 1(satu) atau 2 (dua) orang untuk melihat ada tidaknya ikan yang ditarget dan jumlahnya. Tidak melihat ukurannya. Jika ada target ikan maka nelayan penyelam lainnya akan turun bersamaan dengan jaring muro ami. Selanjutnya menggelar jaring di dalam kolom perairan. Nelayan penyelam akan menggiring ikan dengan bunyi-bunyian menuju bagian jaring muro ami. Jika ikan target sudah terkumpul dalam daring muro ami akan ada isyarat dari nelayan penyelam untuk menarik jaring ke atas. Selanjutnya nelayan penyelam akan naik ke atas setelah selang yang panjang juga mulai digulung ke atas.
Gambar 3. Nelayan jaring muro ami sedang menarik hasil tangkapannya.
Mata jaring muro ami sangat kecil
menyebabkan hasil tangkapanya adalah semua ukuran ikan dari yang kecil hingga
besar. Dapat dikatakan tidak selektif untuk ukuran ikan, semuanya tertangkap.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4, ukuran ikan ekor kuning yang tertangkap
berukuran anakan atau kecil-kecil.
Ukruran ikan yang kecil-kecil menyebabkan ikan tidak sempat dewasa untuk mengalami siklus pemijahan yang dapat menghasilkan juvenil ikan. Hal ini dapat menyebabkan terputusnya regenerasi ikan. Pada akhirnya akan menyebabkan punahnya ikan.
Gambar 4. Hasil tangkapan jaring muro ami berukuran anakan
Apa yang
dilakukan petugas SPTN Wilayah I?
Sementara ini petugas hanya
melakukan pendataan riil di lapangan terhadap aktivitas nelayan jaring muro ami sambil mencocokkan data base
line yang sudah dimiliki. Sambil melakukan sosialisasi bahwa penggunaan jaring muro ami adalah melanggar hukum. Bagi
nelayan kecil sangsinya adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah).
Petugas memberikan himbauan agar
tidak lagi menangkap ikan dengan menggunakan kompresor yang akan mengakibatkan
gangguan kesehatan. Kalau pun menggunakan kompresor sebaiknya menggunakan
kompresor selam dan mematuhi SOP penyelaman, serta tidak menangkap ikan
menggunakan jaring muroami yang akan mengakibatkan terjaringnya ikan-ikan kecil
yang belum layak untuk di tangkap. Penyelaman tanpa menggunakan fin menyebabkan
karang terinjak-injak dan merusak karang.
Petugas
SPTN Wilayah I juga melakukan pemeriksaan terkait ada tidaknya penggunaan
potassium pada saat mengambil ikan. Hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya
potassium. Petugas SPTN Wilayah I juga menghimbau agar nelayan tidak
menggunakan potassium untuk mengambil ikan karena berbahaya dan dampaknya bisa
merusak dan mematikan terumbu karang yang ada disekitar lokasi tersebut.
Selanjutnya Petugas melakukan pembinaan kepada nelayan jaring Muroami atau
nelayan kongsi agar melakukan pengambilan ikan dengan cara ramah
lingkungan dengan tidak membahayakan
kesehatan dan tidak merusak ekosistem perairan yang sudah ada.
Rekomendasi
1.
Jangan pernah menggunakan
kompresor tambal ban dalam aktivitas kegiatan yang memerlukan penyelaman.
2.
Jangan pernah menggunakan
jaring muro ami untuk menangkap ikan,
tetapi jika ukuran mata jaring yang digunakan hanya untuk menangkap ikan dengan
ukuran 20 cm up kemungkinan hasil tangkapan masih lestari
3.
Penyelam jaring muro ami harus menggunakan peralatan selam yang standar
dan tahu standar penyelaman yang benar dan aman.
4.
Pemerintah harus untuk
membenahi aktivitas penangkapan ikan dengan jaring muro ami.
Bersambung ke Bagian 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar