Minggu, 25 Oktober 2020

JARING MURO AMI DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU (Bagian 2)

- Bagian 2* -

DILEMA BESAR JARING MURO AMI 

DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

(Isai Yusidarta, ST., M.Sc. – Kepala SPTN Wilayah I, TNKpS)

(Wira Saut Parianto Simandjuntak, SP. – Penyuluh SPTN Wilayah I)

(Hardian Agustin, S.Hut. – Polisi Hutan SPTN Wilayah I)

(Mustalfin, SP. – PEH SPTN Wilayah I)

Diterjemahkan ke Bahasa Inggris oleh :

Yuniar Ardianti, S.Hut. – Penyuluh Balai TNKpS




Ketersinggungan Penduduk dan Alam

Keberadaan penduduk di pulau – pulau di Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) tidak dapat dilepaskan keberadaan sumber daya alam laut di sekitarnya. Pada umumnya pulau-pulau kecil mempunyai keterbatasan atau kondisi kritis (critical conditions) dalam penyediaan kebutuhan penduduknya, tidak terkecuali pada area pulau pemukiman di yang merupakan enclave TNKpS.

Baik pulau pemukiman maupun pulau private di TNKpS mengalami kondisi kritis (critical conditions), diantaranya adalah : 1) Ketersediaan air bersih (fresh waters) terbatas; 2) Ketersediaan energi terbatas dan harga yang tinggi; 3) Ketersedian dan pemenuhan pangan yang kurang menyebabkan tingginya harga kebutuhan pokok; 4) Tebatasnya tanah daratan menimbulkan reklamasi ala masyarakat lokal; 5) Lingkungan terestrial (daratan pulau) yang rentan terhadap perubahan geomorfologi membutuhkanbiaya tinggi untuk mempertahankan keberadaaanya; 6) Terbatasnya sarana kesehatan, baik medis maupun paramedis; 7) Keterbatasan sarana prasarana pendidikan formal. Hanya sampai pada tingkat SMA/SMK sederajat. Bakahan Pulau Kelapa Dua hanya sampai tingkat TK/PAUD; 8) Ketersediaan bahan-bahan substitusi yang tidak ada. Bahan bangunan berupa batu dan pasir dari gunung berapi yang berasal dari daratan Pulau jawa tidak tersedia untuk menggantikan kebutuhan pasir laut dan batu karnag yang sebenarnya menyusun kondisi lahan terestrial pulau; dan 9) Ketersediaan informasi yang terbatas, khusus pulau pemukiman penduduk di TNKpS dapat diantisipasi melalui sarana internet saja.

Kesembilan kondisi tersebut menyebakan BIAYA HIDUP TINGGI untuk memenuhinya. Hal ini menyebabkan masyarakat berlomba untuk menguras sumber daya alam yang tersedia disekitarnya tanpa memperhatikan keseimbangan dan kelestarian. Mereka menggunakan peralatan yang memungkinkan untuk menangkap sebanyak-banyaknya sumber daya ikan hingga tanpa memperhatikan kelestariannya, bahkan cenderung membahayakan keselamatan atau memperpendek umur hidupnya masyarakat nelayan. Hal ini hanya untuk menghasilkan PENDAPATAN SEBANYAK-BANYAKNYA untuk mengimbangi BIAYA HIDUP TINGGI di pulau pemukiman kecil.

Jaring Muro Ami

Masyarakat nelayan di kawasan perairan TNKpS dapat dikatakan masih ada sebagaian melakukan penangkapan tidak lestari untuk mengimbangi biaya hidu tinggi. Penangkapan ikan dengan jaring muro ami indikasi penggunaan potasium sianida untuk penangkapan ikan hias, dan yang belum banyak disinggung adalah penangkapan ikan dengan penggunaan lampu ber-watt besar yang panas pancarannya dapat diduga membunuh juvenil ikan.

Penangkapan ikan jaring muro ami dapat dikatakan sudah berlangsung lebih dahulu dibandingkan dengan penggunaan dua metoda penangkapan ikan di atas dan masih berlangsung hingga saat ini. Disaat penggunaan jating muro ami di Taman Nasional Karimunjawa atau TNKj (taman nasional laut yang paling dekat dengan TNKpS) sudah berhenti total operasionalnya, di TNKpS masih berlangsung.

Masyarakat yang menggunakan jaring muro ami yang masih ada kesemuanya berasal dari penduduk yang tinggal di Pulau Panggang. Diindikasikan jumlahnya semakin menurun. Data yang berhasil dikumpulkan oleh SPTN Wilayah I, yang masih mengoperasikan jaring muro ami sekitar 11 kelompok masyarakat. Pada saat beroperasi, 1 kelompok bisa terdiri hingga 20 orang. Artinya masih ada sekitar minimal 220 orang yang berprofesi penangkap ikan menggunakan jaring muro ami.

Selama bertugas di TNKpS sering menjumpai aktivitas penangkapan ikan dengan jaring ini. Salah satu yang terekam terbaru adalah aktivitas penggunaan jaring muro ami pada kotak 1 di atas. Foto – foto di bawah ini dapat menjadi gambaran aktivitas tersebut dan pengaruhnya.

1.        Penggunaan kompressor “tambal ban”

Gambar 1. Penggunaan kompressor diluat komporessor penyelaman oleh nelayan jaring muro ami

 

Nelayan jaring muro ami pada umumnya tidak mengenal yang namanya standar keselamatan penyelaman dan penyelaman yang benar. Mereka hanya mendapatkan pengetahuan ala kadarnya. Bisa berenang sedikit, masuk ke dalam air laut, dan bernapas menggunakan mouthis yang terhubung selang dengan kompressor tambal ban yang telah dimodifikasi. Seringkali disebut nelayan kompresor.

Mereka tidak tahu bahayanya penyelaman dengan  peralatan seperti yang mereka miliki. Udara yang mereka hisap adalah udara yang diambil bebas dari luar. Tanpa air filter (penyaring udara) dan menggunakan oil sintetis sebagai pelumas kompresornya. Kondisi ini berbahaya karena udara yang masuk tidak tersaring dengan baik sehingga karbondiokasida (CO2) akan bercampur dengan udara yang dimasukkan kedalam tabung. Asap kompresor dari mesin penggerak dimungkinkan juga masuk bercampur dalam tabung tekanan tinggi yang nantinya akan dihirup oleh penyelam kompresor.

Pengaruh bercampurnya karbondiokasida dalam saluran pernapasan penyelam kompresor adalah sesak napas, napas cepat, pusing, pingsan, depresi pernapasan dan saraf pusat hingga kematian.

Gambar 2.  Selang kompressor yang sangat panjang dan banyak jumlahnya dalam sekali pemakaian.

 

Penggunaan kompresor tambal ban pada aktivitas muro ami dapat menyebabkan dekompresi akut bagi nelayan penyelam. Mengapa? Penggunaan kompresor tambal ban modifikasi tidak memeberikan batas waktu bagi nelayan ketika menyelam di dalam air, karena udara dipasok terus dari permukaan air.

Satu buah kompresor tambal ban dimodifikasi untuk dapat menyalurkan udara ke penyelam dengan menggunakan banyak selang. Hal ini dapat menyebabkan selang terlilit yang mengakobatkan pasokan udara ke penyelam terhambat dan dapat berakibat fatal bagi penyelam.

 

2.        Hasil tangkapan “ikan anakan”

Nelayan penyelam jaring muro ami akan turun terlebih dahulu 1(satu) atau 2 (dua) orang untuk melihat ada tidaknya ikan yang ditarget dan jumlahnya. Tidak melihat ukurannya. Jika ada target ikan maka nelayan penyelam lainnya akan turun bersamaan dengan jaring muro ami. Selanjutnya menggelar jaring di dalam kolom perairan. Nelayan penyelam akan menggiring ikan dengan bunyi-bunyian menuju bagian jaring muro ami. Jika ikan target sudah terkumpul dalam daring muro ami akan ada isyarat dari nelayan penyelam untuk menarik jaring ke atas. Selanjutnya nelayan penyelam akan naik ke atas setelah selang yang panjang juga mulai digulung ke atas.

 

Gambar 3.  Nelayan jaring muro ami sedang menarik hasil tangkapannya.

 

Mata jaring muro ami sangat kecil menyebabkan hasil tangkapanya adalah semua ukuran ikan dari yang kecil hingga besar. Dapat dikatakan tidak selektif untuk ukuran ikan, semuanya tertangkap. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4, ukuran ikan ekor kuning yang tertangkap berukuran anakan atau kecil-kecil.

Ukruran ikan yang kecil-kecil menyebabkan ikan tidak sempat dewasa untuk mengalami siklus pemijahan yang dapat menghasilkan juvenil ikan. Hal ini dapat menyebabkan terputusnya regenerasi ikan. Pada akhirnya akan menyebabkan punahnya ikan.


Gambar 4. Hasil tangkapan jaring muro ami berukuran anakan

 

Apa yang dilakukan petugas SPTN Wilayah I?

Sementara ini petugas hanya melakukan pendataan riil di lapangan terhadap aktivitas nelayan jaring muro ami sambil mencocokkan data base line yang sudah dimiliki. Sambil melakukan sosialisasi bahwa penggunaan jaring muro ami adalah melanggar hukum. Bagi nelayan kecil sangsinya adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Petugas memberikan himbauan agar tidak lagi menangkap ikan dengan menggunakan kompresor yang akan mengakibatkan gangguan kesehatan. Kalau pun menggunakan kompresor sebaiknya menggunakan kompresor selam dan mematuhi SOP penyelaman, serta tidak menangkap ikan menggunakan jaring muroami yang akan mengakibatkan terjaringnya ikan-ikan kecil yang belum layak untuk di tangkap. Penyelaman tanpa menggunakan fin menyebabkan karang terinjak-injak dan merusak karang.

Petugas SPTN Wilayah I juga melakukan pemeriksaan terkait ada tidaknya penggunaan potassium pada saat mengambil ikan. Hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya potassium. Petugas SPTN Wilayah I juga menghimbau agar nelayan tidak menggunakan potassium untuk mengambil ikan karena berbahaya dan dampaknya bisa merusak dan mematikan terumbu karang yang ada disekitar lokasi tersebut. Selanjutnya Petugas melakukan pembinaan kepada nelayan jaring Muroami atau nelayan kongsi agar melakukan pengambilan ikan dengan cara ramah lingkungan  dengan tidak membahayakan kesehatan dan tidak merusak ekosistem perairan yang sudah ada.

Rekomendasi

1.        Jangan pernah menggunakan kompresor tambal ban dalam aktivitas kegiatan yang memerlukan penyelaman.

2.        Jangan pernah menggunakan jaring muro ami untuk menangkap ikan, tetapi jika ukuran mata jaring yang digunakan hanya untuk menangkap ikan dengan ukuran 20 cm up kemungkinan hasil tangkapan masih lestari

3.        Penyelam jaring muro ami  harus menggunakan peralatan selam yang standar dan tahu standar penyelaman yang benar dan aman.

4.        Pemerintah harus untuk membenahi aktivitas penangkapan ikan dengan jaring muro ami.

 

Bersambung ke Bagian 3


Tidak ada komentar: