Rabu, 28 Oktober 2020

MELUKIS REALISME PULAU KELAPA DUA SALAH SATU ENCLAVE TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU (Bagian-1)

                                         MELUKIS REALISME PULAU KELAPA DUA

SALAH SATU ENCLAVE TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

(Bagian – 1)

 

Oleh :

Isai Yusidarta, ST., M.Sc. (Ka. SPTN Wilayah I)

 

Ketika menginjak pertama kali ke Pulau Kelapa Dua, data keruangan tingkat tapak “blank spot”. Memori sertijab hanya memberikan kondisi pelaksanaan DIPA 2019 dan barang milik negara (BMN). Mencoba memahami Simpul Seribu yang digadang-gadang menyediakan data dan informasi tentang kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) dan isinya, belum mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan baik internal maupun eksternal. Simpul Seribu baru saja dibangun masih memerlukan tahapan selanjutnya untuk optimal.

Hal yang menyejukkan adalah pada Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Pulau Kelapa di Kelapa Dua telah tersedia tiga orang pilot drone dan sebuah peralatan Drone Mavic yang masih baru dan jarang dipakai (salah satu jenis penyakit jika berkaitan dengan barang milik negara – takut rusak apalagi tertelan laut). Ketiganya berkemapuan perpetaan ArcGIS. Sumber daya itu belum bersinergi untuk menggambar Pulau Kelapa Dua beserta isi perairan dangkalnya. Karena mereka belu tahum tentang perencanaan terbang dan aplikasi aerial mapping.

Modal yang sangat berharga, dengan hanya petunjuk sebuah laporan penyelesaian kasus perusakan terumbu karang oleh vessel grounding kapal tongkang di Taman Nasional Karimunjawa dan staf fungsional (Hardian Agustin, Wira Saut dan Mustalafin) yang memiliki passion pada pemetaan ruang (spatial),  mulailah penggabungan untuk “melukis” Pulau Kelapa Dua beserta isinya.

Lukisan Realisme Pengelola Kawasan Konservasi

Banyak sekali aliran lukisan, paling tidak ada 10 aliran yang pernah saya baca. Salah satunya adalah realisme, yang menurut pemahaman saya adalah gaya melukis dengan menangkap fenomena yang nyata terjadi dan dialami dalam kehidupan secara obyektif. Bagi seorang manjer pengelola di tingkat wilayah (tapak), sangat bermanfaat sekali untuk mampu “melukis” secara nyata kondisi wilayah kerja. Sasarannya adalah mampu memberikan gambaran kondisi wilayah secara menyeluruh (komprehensif) dan objektif.

Lukisan realisme (sebagai pengelola kawasan konservasi), adalah memindahkan kondisi nyata (riil) dan detail dalam bentuk tiga dimensi di alam kedalam sarana dua dimensi. Pemindahan ini menimbulkan konsekuensi bahwa setiap orang akan berusaha berpikir sesuai dengan sudut pandang masing-masing tetapi harus bisa diarahkan (digiring) untuk mencapai satu pemahaman yang sama. Penggiringan tetap berdasarkan keilmuan (science) yang membalut peraturan perundangan pengelolaan kawasan konservasi dan lingkungan hidup. Mengapa? Aturan perundangan adalah “kaku” (letter leg) dan science adalah “lentur”. (akan terlihat pada tulisan-tulisan yang akan datang).

Harapan dari lukisan realisme ini adalah orang yang tidak tahu karena tidak pernah berkecimpung pun akhirnya mengerti dan paham akan situasi dan kondisi yang terjadi. Orang yang tidak paham diharapkan menjadi paham. Orang yang paham akan semakin menjadi paham dan mampu memberikan pemecahan masalah (solution). Orang yang memberikan pemecahan masalah akan mampu mengajak orang lain untuk melaksanakan pemecahan masalah tersebut sehingga sumber daya alam hayati akan semakin lestari tanpa mengorbankan kepentingan manusia yang tinggal di dalam kawasan konservasi.

Lukisan Realisme dengan Teknologi

Era RBM (Resort Base Manajemen) Tahun 2010-an, menggambarkan kondisi tingkat tapak kawasan menggunakan keruangan wilayah yang sudah tersedia, seperti digitasi peta-peta lama buatan meja gambar dan tangan hingga memanfaatan peta-peta satelit edisi yang belum terbarukan (lama), atau bisa juga google earth dan google map. Setiap personil lapangan melakukan ground check dengan tally sheet yang sudah dipersiapkan. Fungsi hasil ground check ada 2 yaitu :

1.        Mengisi peta-peta lama hasil buatan meja gambar dan tangan;

2.        Mengkoreksi isi peta-peta satelit yang belum terbarukan

Dimulai dengan terpilihnya Ir. Djoko Widodo sebagai Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia tahn 2014, maka era RBM edisi 2020-an, setiap pengelola kawasan tingkat tapak (tidak terkecuali SPTN Wilayah I TNKpS) harus mampu membuat sendiri peta dasar keruangan sendiri sesuai dengan kebutuhan lapangan. Bahkan beliau mendengungkan drone yang waktu itu masih asing dan mahal. Hingga berkembang yang namanya aerial mapping dan berbasis pada umumnya adalah terestrial.

Kemudian oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia kelautan, mulai penerapan pada wilayah pesisir dan kedalaman laut yang bisa ditembus oleh kamera drone. Penerapan teknologi semakin berkembang dengan adanya ROV dan drone underwater yang baru tahap eksplorasi foto dan video belum spasial keruanga. Tetapi sudah dirintis dengan keluarnya Catline yang di Indonesia baru digunakan di Taman Nasional Karimunjawa, Taman Nasional Bunaken dan Perairan Sangihe – Talaud.

Mengapa butuh peta keruangan berbasis teknologi khususnya drone? Drone atau UAV merupakan perkembangan dari teknologi dalam bidang pemetaan dimana pemanfaatan pesawat tanpa awak dalam pemotretan udara dimanfaatkan dengan teknologi GIS untuk memetakan suatu area daratan dan perairan pada kedalaman tertentu.

Kelebihan pemetaan dengan drone yaitu : 1) Mendapatkan gambaran citra kenampakan terbaru; 2) Mendapatkan kenampakan dengan citra resolusi tinggi; 3) Low cost untuk pemetaan area kecil dibanding harus membeli citra resolusi tinggi; 3) Efisien dalam waktu karena pemotretan dapat langsung dilihat hasilnya;  4) Peta yang dihasilkan dapat diperbaharui secara parsial maupun secara keseluruhan dengan cepat; dan 5) Citra yang sangat real time dan in-situ

Jadi yang dimaksud sebagai lukisan realisme dengan teknologi adalah pembuatan peta keruangan dengan menggunakan teknologi drone beserta perangkat aplikasinya.

Bagaimana dengan kaitan RBM tahun 2020-an? Citra aerial mapping telah memberikan gambaran terbaru (terkini) yang lebih konkrit sebelum ke lapangan, dengan presisi kordinat yang tidak terbantahkan (resoslusi bisa mencapai 1 pixel = 1,5 cm) dan kualitas citra bisa dipilih higest. Artinya petugas groundcheck sudah membawa bekal pemahaman (gambaran) lebih tentang kondisi suatu objek pada  (khususnya yang tidak bergerak) suatu titik koordinat dan tinggal membuat bukti dan koreksi bahkan dapat merencakan cara menjangkaunya dengan persiapan yang lebih simpel dan tidak berlebih peralatannya.

 

Lukisan Realisme Pulau Kelapa Dua

Sebagai manajer pengelola kawasan konservasi yang baru, pelaksaan kegiatan melukis Pulau Kelapa Dua adalah adalah hal yang baru. Paling mudah adalah memberikan kepercayaan (trust). Paling berat adalah meningkatkan keyakinan (belief), bahwa mereka (staf) bisa, walaupun belum pernah melaksanakan aerial mapping apalagi di perairan pesisir. Tapi saya tidak begitu yakin mereka “belum pernah mengenal aerial mapping”.  Mengapa? Berdasarkan data infromasi yang saya dapatkan tentang ketiga staf saya mereka adalah orang yang cerdas.  

Melukis realisme Pulau Kelapa Dua dengan memanfaatkan dan meramu sumber daya SPTN Wilayah I Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) berupa  : 1) Staf pilot drone; 2) Staf pengolah Arc-GIS; 3) Staf pengolah aplikasi foto udara; 4) Peralatan drone mavic dan 5) Penelaah hasil aerial mapping.

Lukisan realime dalam dua dimensi dalam bentuk file JPEG dapat dilihat Gambar 1. Jika menginginkan dalam bentuk soft file (pdf dengan berbagai skala dan kualitas) dapat menghubungi saya dengan menuliskan dalam kotak komentar blog saya ini yaitu kolom-mari.blogspot.com.

Gambar 1.  Hasil aerial mapping Pulau Kelapa Dua pada ketinggian 30 meter menggunakan drone mavic. Hasil olahan oleh Hardian Agustin, S.Hut (polhut SPTN Wilayah I)

 Berdasarkan Gambar 1. Pulau Kelapa Dua, secara ekologi terbagi dalam wilayah tiga (3) pesisir pulau-pulau kecil yaitu :

1.    Supratidal yaitu area yang tidak tergenang air laut pada saat pasang tertinggi. Area supratidal dapat disebut sebagai daratan (terestrial).

2.    Sub tidal yaitu area yang tergenang air laut pada saat pasang tertinggi dan pada saat surut terendah tidak tergenang air laut. Area Subtidal ini lebarnya tidak lebih dari 2 meter dan hanya terlihat di mulai dari kantor SPTN Wilayah I ke arah barat di PT. Lucky. Area ini berupa pasir putih dan pecahan karang. (tidak terlihat pada peta Gambar 1)

3.    Tidal yaitu area yang tetap tergenang pada saat air surut sekalipun hingga ke arah tubir hingga reef slope (lereng karang). Area ini terdapat 3 ekosistem yaitu 2 ekosistem asli yaitu terumbu karang dan lamun serta 1 ekosistem buatan yaitu mangrove (hasil adaptasi).

 

Bersambung ke Bagian 2


Tidak ada komentar: