Sabtu, 17 Oktober 2020

- Bagian 1* - DILEMA BESAR JARING MURO AMI DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU

 

- Bagian 1* -

  • DILEMA BESAR JARING MURO AMI
  • DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU
  • (Isai Yusidarta, ST., M.Sc. – Kepala SPTN Wilayah I, TNKpS)
  • (Wira Saut Parianto Simandjuntak, SP. – Penyuluh SPTN Wilayah I)
  • (Hardian Agustin, S.Hut. – Polisi Hutan SPTN Wilayah I)
  • (Mustalfin, SP. – PEH SPTN Wilayah I)

 



 Jaring muro ami awalnya digunakan di Jepang dan “ditiru” di negara lain. Satu masyarakat negara diantaranya adalah Indonesia. Kata muroami merupakan dua kata dari bahasa jepang muro dan ami. Ami artinya jaring sedangkan muro ádalah sebangsa ikan carangidae. Penulisan yang benar adalah muro ami, dua kata tersebut tertulis terpisah. Nelayan dari suku Bugis di Kelurahan Pulau Panggang menyebutnya sebagai “pukat rapo-rapo” yaitu jaring yang digunakan untuk menangkap ikan ekor kuning. Orang Pulau Kelapa Dua sering menyebut sebagai “jaring kongsi”. Bahkan Pulau Kelapa Dua Sendiri sering disebut dengan Pulau Kongsi, selain Pulau Rakit Tiang.

Sangat mudah menemukan nelayan muro ami di kawasan TNKpS, khususnya di bagian utara TNKpS yang merupakan wilayah kerja SPTN Wilayah I Pulau Kelapa dan SPTN Wilayah II Pulau Harapan. Tapi akan tiba-tiba menghilang ketika direncanakan akan ada kegiatan penertiban terencana dari berbagai instansi termasuk Balai TNKpS. Dapat diduga ada informasi yang bocor. Kegiatan penangkapan ikan dengan jaring muro ami yang tertangkap tangan, ternyata masyarakat yang ber-KTP Kepulauan Seribu (yang sudah ada sebelum ditetapkannya Cagar Alam Kepulan Seribu, apalagi TNKpS) dan mengutarakan banyak alasan.

Bagian pertama ini, membahas dasar hukum berkaitan dengan penggunaan jaring muro ami dari sisi dasar hukum Undang-Undang Perikan dan turunannya.

Peraturan Tentang Jaring Muroami

Jaring muro ami adalah alat tangkap pada usaha perikanan tangkap. Jadi untuk melihat penggunaannya adalah menelisih tentang peraturan yang mengatur jenis-jenis alat tangkap yang digunakan pada usaha perikanan tangkap yaitu Undang-Undang Perikanan dan aturan turunannya. Hal ini tidak terlepas dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan aturan turunannya seperti Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.06/Men/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan dan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 9 ayat 1 menyatakan setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Pasal 9 ayat 2 menyatakan ketentuan mengenai alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.06/Men/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan dan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia yang berisikan tentang uraian secara menyeluruh dan detail jenis-jenis, desain dan cara penggunaan alat penangkapan ikan di Indonesia.

Berdasarkan pasal 9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, maka Menteri Perikanan dan Kelautan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Permenkp mengatur  di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

PERMENKP Nomor : 71/PERMEN-KP/2016 pada pasal 14 ayat 1 menyatakan API perangkap (traps), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf h terdiri dari: a. stationary uncovered pound- nets, berupa set net;b. bubu (pots); c. bubu bersayap (fyke nets); d. stow nets; e. barriers, fences, weirs, berupa sero; f. perangkap ikan peloncat (aerial traps); g. muro ami; dan h. seser.

Pada PERMENPK Nomor : 71/PERMEN-KP/2016, dinyatakan pada pasal 21 ayat 1 menyebutkan bahwa alat penangkapan ikan (API) yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan merupakan API yang dioperasikan : a. mengancam kepunahan biota; b. mengakibatkan kehancuran habitat; dan c. membahayakan keselamatan pengguna.

PERMENPK Nomor : 71/PERMEN-KP/2016 pada pasal 21 ayat 2 menyatakan API yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari: a. pukat tarik (seine nets), yang meliputi dogol (danish seines), scottish seines, pair seines, cantrang, dan lampara dasar; b. pukat hela (trawls), yang meliputi pukat hela dasar (bottom trawls), pukat hela dasar berpalang (beam trawls), pukat hela dasar berpapan (otter trawls), pukat hela dasar dua kapal (pair trawls), nephrops trawl, pukat hela dasar udang (shrimp trawls), pukat udang, pukat hela pertengahan (midwater trawls), pukat hela pertengahan berpapan (otter trawls), pukat ikan, pukat hela pertengahan dua kapal (pair trawls), pukat hela pertengahan udang (shrimp trawls), dan pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan c. perangkap, yang meliputi perangkap ikan peloncat (aerial traps) dan muro ami.

Selanjutnya, PERMENPK Nomor : 71/PERMEN-KP/2016 pada pasal 30 ayat 11 menyatakan API muro ami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g merupakan API yang bersifat pasif dan dilarang beroperasi di semua Jalur Penangkapan Ikan dan di semua Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 85 menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Selanjutnya pada pasal 100 B menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..., Pasal 9, ..., atau ... yang dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, maka peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tidak diperbolehkan penggunaan jaring muro ami. Penggunaan jaring muro ami termasuk kegiatan illegal fishing.

Tidak ada komentar: