Jumat, 06 Juli 2018

DRONE DAN PENGUKURAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG AKIBAT KAPAL KANDAS DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA


DRONE DAN PENGUKURAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG AKIBAT VESSEL GROUNDING DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA
(STUDI KASUS GOSONG SELOKA)


Isai Yusidarta1, Nugroho Dri Atmojo2,

1&2) Balai Taman Nasional Karimunjawa


Abstrak: Perairan pedalaman (dangkal) Taman Nasional Karimunjawa (TNKj) sering kali terjadi aktivitas illegal shipping dan illegal pilot. Memicu terjadinya vessel grounding, mengakibatkan kerusakan ekosistem terumbu karang. Salah satunya terjadi di Gosong Seloka 2 Februari 2018. Dalam rangka penyelesaian sengketa lingkungan hidup sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009, maka dilakukan pengukuran kerusakan ekosistem terumbu karang sebagai dasar klaim ganti rugi. Selama ini pengukuran yang dilaksanakan menggunakan metoda fishbone ground truth. Pemasangan penanda mooring buoy pada titik terluar untuk dapat memperkirakan area kerusakan, dilanjutkan dengan penyelaman untuk melaksanakan pengukuran secara ground truth tanpa alat bantu drone.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manfaat penggunaan drone sebagai alat bantu pengukuran kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka perairan TNKj dan  mengkuantifikasi luas kerusakan ekosistem terumbu karang.
Metoda dalam penelitian ini adalah observasi yang dilaksanakan di lokasi terjadinya vessel grounding yaitu Gosong Seloka, perairan dangkal TNKj. Paparan hasil survei secara deskriptif dengan membandingkan data yang diperoleh menggunakan teknik drone murni, drone – swim-time dan drone – ground-truth measurement. Survey dilaksanakan pada tanggal 20 – 21 April 2018.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan drone untuk aerial mapping lokasi vessel grounding di Gosong Seloka memberikan gambaran awal kerusakan ekosistem terumbu karang dan memudahkan penggunaan metoda fish-bone dalam pengukurannya. Menggunakan teknik drone murni didapatkan 16 polygon spot kerusakan ekosistem terumbu karang  dengan total luas 155 m2. Gabungan teknik drone – Swim-time mendapatkan 14 polygon spot kerusakan ekosistem terumbu karang dengan luasan total 161 m2. Sedangkan gabungan teknik drone – ground-truth measurement mendapatkan 14 spot dengan luas keseluruhan kerusakan ekosstem terumbu karang adalah 184,45 m2. Berdasarkan hasil di atas, penggunaan drone harus dilengkapi dengan ground check melalui penyelaman dan pengukuran secara ground-truth, karena aerial mapping belum mampu memetakan zona kerusakan dispersal (sebaran pecahan). Aerial mapping yang dihasilkan baru mampu memperlihatkan zona kerusakan tranjectory (lindasan langsung), kondisi ini juga memerlukan ground check untuk menentukan luka kerusakannya berkaitan dengan vessel grounding atau luka bekas bleaching.
Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa penggunaan drone sangat membantu memetakan spot – spot kerusakan ekosistem terumbu karang di Gosong Seloka perairan pedalaman TNKj. Luas kerusakan terumbu karang sebagai dasar klaim ganti rugi adalah 184,45 m2.

Kata kunci: drone, fish-bone, ground-truth

PENDAHULUAN

Taman Nasional Karimunjawa (TNKj) merupakan kawasan konservasi yang ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/ Kpts-II/1999 tanggal 22 Pebruari 1999 seluas 111.625 hektar terbagi luas perairan 110.117,3 hektar dan 1.507,7 hektar. Pengelolaan TNKj telah menggunakan sistem zonasi untuk pembagian tata ruang dengan berbasis masyarakat dan ditetapkan dengan Surat keputusan Dirjen No. 28/ IV/set-3/ 2012. TNKj hanya dimanfaatkan untuk kegiatan di bidang pendidikan, penelitian, menunjang budidaya dan wisata alam.
Tetapi kondisi TNKj saat ini berada dalam tekanan karena letaknya pada area persimpangan lalu lintas berbagai tipe dan ukuran kapal yang hilir mudik dari utara (Kalimantan) ke selatan (pantai utara Jawa) dan dari timur (pelabuhan Jakarta) – barat (pelabuhan Surabaya dan Indonesia Timur). Jenis-jenis kapal yang melintas di sekitar perairan TNKj diantaranya kapal penumpang, kapal kargo umum dan kargo khusus, kapal minyak mentah dan bahan kimia tertentu, dan kapal tug boat – tongkang serta kapal pengangkut alat berat sejenis landing cruft tank (LCT).
Gambar 1. Memperlihatkan posisi TNKj di area persimpangan lintasan kapal komersial/ niaga pada situs marine traffic.
Perairan TNKj yang terletak di perairan pedalaman Kepulauan Karimunjawa, sebenarnya bukan daerah perlintasan dan tidak ada jalur lintas kapal niaga/komersial di dalamnya. Hal ini dapat dilihat pada e-chart navigasi internasional. Akan tetapi seringkali terdapat kapal niaga/komersial, khususnya tug boat – tongkang dan LCT yang membuat jalur sendiri memasuki kawasan perairan pedalaman TNKj. Hal ini membahayakan bagi ekosistem terumbu karang di TNKj dan keamanan pelayaran.
Perkembangan pembangunan di kawasan Indonesia Timur dan kebutuhan bahan baku energi (batubara) di Pulau Jawa membuat perairan TNKj yang tadinya tenang menjadi crowded (bertambah masalah) oleh kapal niaga/ komersial. Pada tahun 2017 hingga 2018 saat ini telah terjadi kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh vessel-grounding (kapal kandas) di perairan pedalaman (dangkal) TNKJ dengan melibatkan 6 buah kapal niaga/ komersial yang bukan tujuan pelabuhan Karimunjawa. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup atas kejadian vessel-grounding di perairan TNKj, memerlukan perangkat dan teknik untuk melakukan pengukuran luas kerusakan terumbu karang yang dapat diterima oleh pihak yang berperkara.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manfaat penggunaan drone sebagai alat bantu pengukuran kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka perairan TNKj dan mengkuantifikasi luas kerusakan ekosistem terumbu karang akibat vessel-grounding tersebut.

METODE PENELITIAN

Melaksanakan observasi tidak hanya sebatas melakukan pengamatan semata terhadap obyek data, tetapi harus mampu menggunakan indera panca indera pengamat untuk  mengamati (menggunakan mata), mendengarkan (telinga), membaca (pikiran), mencium (hidung) dan meraba (tangan). Yang harus diperhatikan adalah observer harus menghindari sifat subyektif pada hasil observasinya (Indriantoro dan Supomo, 1999).
Observasi pada kasus vessel grounding di Gosong Seloka ini membandingkan 3 teknik yang akan digunakan yaitu drone murni, drone – swim-time dan drone – ground-truth measurement. Pada observasi kali ini mempergunakan drone (pesawat tanpa awak) sebagai alat bantu pada ketiga teknik yang digunakan. Drone yang digunakan adalah Phantom 4 dilengkapi kamera dengan kemampuan pengambilan gambar hingga 4.000 x 3.000 pixel .
Teknik drone murni yaitu pengukuran kerusakan terumbu karang dengan menggunakan analisa citra hasil aerial mapping yang dihasilkan oleh drone. Diperlukan kemampuan observer untuk membedakan area terumbu karang rusak akibat vessel grounding dan masih utuh (tidak rusak). Langkah yang dilakukan adalah 1) Observer membuat rencana terbang pada lokasi kejadian vessel grounding; 2). Observer melaksanakan penerbangan drone; 3) Observer melaksanakan analisa citra hasil aerial mapping untuk mendapatkan spot kerusakan dan luasannya.
Teknik drone – swim-time yaitu pengukuran kerusakan terumbu karang hasil teknik drone murni dikompilasi dengan observasi melalui swim-time (snorkeling). Langkah yang dilakukan adalah 1). Observer merekam hasil analisa citra aerial mapping yang dihasilkan oleh drone pada teknik drone murni pada panca inderanya; 2). Observer membuat sketsa pada sabak hasil analisa poin 1; 3). Observer melaksanakan groundcheck dengan swim-time (snorkeling); 4) Observer menuliskan hasil observasinya pada sabak yang dibawa pada saat swim-time ; 5) Setelah selesai groundcheck, observer melaksanakan analisa pada program GIS.
Teknik drone – ground-truth measurement (pengukuran insitu) yaitu tahapan pada teknik drone murni dan drone – swim-time dikompilasi dengan pengukuran area kerusakan secara standar dibantu peralatan scuba gear (diving atau selam). Langkah pelaksanaan teknik ini adalah : 1) Observer merekam hasil analisa citra aerial mapping yang dihasilkan oleh drone pada teknik drone murni pada panca inderanya; 2). Observer membuat sketsa pada sabak hasil analisa poin 1; 3). Observer melaksanakan groundcheck dengan swim-time (snorkeling); 4). Observer dengan menggunakan pertimbangan tertentu merencanakan pengukurang titik kerusakan terumbu karang secara ground-truth measurement menggunkan kuadran bergrid (square grid) ukuran 1 meter x 1 meter dengan grid 10 cm x 10 cm; 5) Observer melakukan diving dan melakukan pengukuran pada masing-masing titik kerusakan karang (patch damage); 6) Observer mencatat hasil pengukuran pada sabak yang dibawa
Pertimbangan yang melandasi pengukuran titik kerusakan terumbu karang menggunkan kuadran bergrid (square grid) adalah 1) bentuk titik kerusakan terumbu karang irregular (tidak berbentuk); dan 2) letaknya berupa spot – spot yang menyebar.
Kriteria kerusakan khusus pada tingkatan status koloni karang ini dikategorikan dengan mengestimasi persentasi ’mortality dan partial mortality’ karang mati (Gomez et al 1994, Ginsburg et al 1998, DeVantier and Done (2007) adalah 1) Pada area terdampak langsung luasan mortalitas karang (m2) = (M + PM/2), dimana M = Jumlah kotak penuh karang mati, PM (partial) = Jumlah kotak ½ penuh; dan 2) Pada area tidak terdampak langsung (dispersal zone) yaitu reruntuhan pecahan/patahan karang di sekitar perimeter patch damage, perhitungan didasarkan atas panjang lingkaran (keliling) dengan formula luas lingkarans (m2) = phi x r2dengan formula mencari r = keliling/2phi dimana : phi =3,14
.Hasil luasan mortalitas karang dengan metode kuadran grid, merupakan nilai absolut dari luas kerusakan karang mati yang terdampak langsung. Luas kerusakan karang terdampak tidak langsung (dispersal zone) merupakan sebaran dari reruntuhan karang, pecahan dan patahan karang yang masih memiliki kemungkinan untuk bertahan hidup (coral of oppurtunities).
  
HASIL DAN PEMBAHASAN

                Peristiwa vessel grounding di Gosong Seloka pada tanggal 2 Februari 2018, merupakan kejadian pertama yang mengakibatkan kerusakan ekosistem terumbu karang pada tahun 2018. Posisi vessel grounding berada pada titik koordinat S.050 51.290’ dan E. 1100 29. 276’ yang berada di perairan Gosong Seloka pada Zona Tradisional Perikanan. Atas kejadian tersebut Balai Taman Nasional Karimunjawa dan Direktorat Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup melaksanakan verifikasi lapangan atas kejadian tersebut.
            Penyelesaian sengketa lingkungan hidup didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah dan Perturan Pemerintah Nomor … Pada saat pelaksanaan verifikasi, Tim personal Balai TNKj yang tergabung dalam Tim Join Survey melaksanakan semacam penelitian terhadap kegiatan yang dilaksanakan. Personil TNKj melakukan analisa pengukuran kerusakan terumbu karang membagi mejadi 3 teknik yaitu drone murni, drone – swim-time dan drone – ground-truth measurement.
1.      Teknik Drone Murni
Pelaksanaannya tergantung pada kemampuan drone melakukanaerial mapping dan kemampuan observer menganalisa citra yang dihasilkan pada aplikasi GIS. Observer harus mampu membedakan citra terumbu karang yang masih utuh (tidak rusak) dan rusak akibat vessel grounding.

 Gambar 2. Hasil perhitungan kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka dengan teknik drone murni

Hasil analisa citra berupa penampakan terumbu karang yang rusak, dilakukan deliniasi untuk  menghasilkan polygon yang akan memberikan informasi luas kerusakan terumbu karang dalam satuan meter persegi secara otomatis.
Hasil analisa citra menunjukkan 16 titik kerusakan (patch damage) dengan luas bervariasi. Hasil deliniasi memberikan gambaran bahwa luas kerusakan masing – masing titik bervariasi antara 0,51 m2 sampai dengan 54,2 m2. Luas total hasil deliniasi adalah 155 m2 (Gambar 2).
2.      Teknik drone – swim-time
Teknik ini merupakan kompilasi drone murni dengan kemampuan observer akan pengetahuan untuk membedakan kerusakan terumbu karang akibat vessel grounding atau atau sebab lainya. Pelaksanaannya, melalui snorkeling untuk menjelajah area yang terdampak vessel grounding.

Gambar 3. Hasil perhitungan kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka dengan teknik drone murni – swim-time
Hasil analisa citra yang dihasilkan dari aerial mapping oleh drone dikompilasi dengan melakuka ground-check melalui snorkeling. Observer selain menyimpan gambaran citra dalam inderanya juga membuat sketsa dalam sabak untuk dibawa ke dalam kolom perairan, sebagai alat bantu mengingat dan membandingkan dengan konsdisi lokasi yang sebenarnya.
Hasil kompilasi ini menunjukkan luas kerusakan terumbu karang 161 m2 dengan titik kerusakan terumbu karang hanya 14 spot. Artinya berbeda 2 titik dibandingkan dengan citra aerial mapping yang dihasilkan drone. Pelaksanaan snorkeling dapat diidentifikasi bahwa 2 titik di atas adalah titik kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh bleaching (pemutihan terumbu karang) yang mungkin disebabkan oleh pemanasan global atau penggunaan potassium sianida untuk menangkap ikan.
3.      Teknik drone – ground-truth measurement
  Berdasarkan hasil observasi kerusakan terumbu karang dibagi dua tipe yaitu massive pada 2 titik yaitu 1m sampai dengan 2m, dan tipe parsial berjumlah 12 titik kerusakan dari 3m, 4p sampai dengan 14p (Gambar 3). Tipe massive dibedakan menjadi dua yaitu massive damage pada titik 1m dan 3m dan absolute damage pada titik 3m, 4p sampai 14p pada bagian atas patch-reef. Sedangkan tipe parsial terjadi pada bagian bawah patch-reef akibat runtuhan dari bagian atasnya.


  Gambar 3. Tipe kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka dengan teknik drone murni – ground-truth measurement
Berdasarkan hasil observasi kerusakan terumbu karang dibagi dua tipe yaitu massive pada 2 titik yaitu 1m sampai dengan 2m, dan tipe parsial berjumlah 12 titik kerusakan dari 3m, 4p sampai dengan 14p (Gambar 3). Tipe massive dibedakan menjadi dua yaitu massive damage pada titik 1m dan 3m dan absolute damage pada titik 3m, 4p sampai 14p pada bagian atas patch-reef. Sedangkan tipe parsial terjadi pada bagian bawah patch-reef akibat runtuhan dari bagian atasnya.
Karakteristik kerusakan dan kematian karang serta luasan areal per titik lebih detail dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Titik kerusakan terumbu karang terdampak langsung (quadran grid area)

No.
Titik Kerusakan
(Langsung)
Karakteristik Kerusakan
Jumlah
Kuadan
Luas (m2)
Absolut
Mortalitas
(%)
1.
Massive damage 1m
kedalaman 0.5m
Montipora, Acropora, dll terlindas/ tergilas hancur, terpotong (fragmentasi, rubble)
60
50.93
100
2.
Massive damage 2m
kedalaman 0.75m
Montipora, Acropora, Favites, Favia dll terlindas/ tergilas hancur, terpotong (fragmentasi, rubble)
45
41.28
100
3.
Patch damage 3m
kedalaman 2-3m
Porites massive, mix species terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
8
6.42
100
4.
Patch damage 4p
kedalaman 1m
Porites massive, mix species terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
10
9.10
100
5.
Patch damage 5p
kedalaman 0.5m
Porites massive terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
2
1.58
100
6.
Patch damage 6p
kedalaman 1m
Porites massive terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
1
0.82
100
7.
Patch damage 7p
kedalaman 2m
Porites massive terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
3
1.66
100
8.
Patch damage 8p
kedalaman 2m
Porites massive, mix species terlindas/tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
3

1.85

100
9.
Patch damage 9p
kedalaman 1m
Porites massive terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
2
1.21
100
10.
Patch damage 10p
kedalaman 1m
Porites massive, mix species terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
5
2.00
100
11.
Patch damage 11p
kedalaman 2m

Porites massive, mix species terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
4
2.66
100
12.
Patch damage 12p
kedalaman 2m

Porites massive, mix species terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
4
3.46
100
13.
Patch damage 13p
kedalaman 2m
Porites massive terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
2
1.26
100
14.
Patch damage 14p
kedalaman 3m
Porites massive terlindas/ tergilas hancur terpotong (fragmentasi, rubble)
5
3.74
100

Total
154
127.97
100
Sumber : Data primer yang diolah

Berdasarkan pengukuran secara insitu (ground-truth), observer membagi area kerusakan terumbu karang menjadi dua yaitu area terdampak langsung atau bisa disebut sebagai tranjectory zone atau hull footprint) dan area terdampak tidak langsung (dispersal zona).
Areal terdampak langsung jelas terlihat bekas kandasnya kapal (trajectory/ hull footprint) yang merupakan areal utama tempat badan kapal kandas, menabrak, dan melindas. Pada areal ini dicirikan dengan tipe kerusakan massive pada koloni-koloni karang dengan berbagai bentuk pertumbuhan dan jenisnya. Tipe kerusakan massive dicirikan koloni karang terlindas/ tergilas hancur dan terpotong serta mortalitas 100% (Tabel 1).
Area terdampak tidak langsung berupa patahan-patahan karang dan reruntuhan koloni karang yang jatuh di sekitar titik utama kerusakan.  Area terdampak tidak langsung disebut juga dispersal zone dan dicirikan dengan tipe kerusakan parsial. Tipe kerusakan parsial yaitu titik-titik kerusakan pada satu atau lebih koloni karang yang tersebar berjauhan berupa reruntuhan koloni karang berbentuk fragmentasi rubble/ sedimen berbagai ukuran (Tabel 2).

Tabel 2. Titik kerusakan terumbu karang terdampak tidak langsung (coral of oppurtunities)

No.
Titik Kerusakan
(Langsung)
Karakteristik Kerusakan
Jumlah
Kuadan
Luas (m2)
Absolut
Mortalitas
(%)
1.
Mass. dispersal 1m
Fragmentasi rubble/ sedimen menyatu
0
0
100
2.
Mass. dispersal 2m
Fragmentasi rubble/ sedimen menyatu
0
0
100
3.
Patch. dispersal 3m
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
10.10
1.70
50%
4.
Patch dispersal 4p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
18.7
18.74
50%
5.
Patch dispersal 5p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
5.3
0.66
50%
6.
Patch dispersal 6p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
4.6
0.86
50%
7.
Patch dispersal 7p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
8.3
3.82
50%
8.
Patch dispersal 8p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
9.2
4.89
50%
9.
Patch dispersal 9p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
5.9
1.56
50%
10.
Patch dispersal 10p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
10.7
7.12
50%
11.
Patch dispersal 11p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
8
2.44
50%
12.
Patch dispersal 12p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
8.6
2.43
50%
13.
Patch dispersal 13p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
7.73
3.50
50%
14.
Patch dispersal 14p
Reruntuhan fragmentasi rubble/ sedimen
12.53
8.76
50%

Total
109.66
56.48
50%
Sumber : Data primer yang diolah

Tabel 3.           Hasil perhitungan luasan area kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka akibat vessel grounding.

No.
Titik Kerusakan
Luas
(m2)
Mortalitas
(%)
1.
Direct Impact : Absolut damage (3m, dan 4p – 14p)
35,76
100
Massive damage (1m – 2m)
92,21
100
2.
Dispersal zone 3m, 4p – 14p (coral of oppurtunities)
56,48
50

Total kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka
184,45

Sumber : Data primer yang diolah
Hasil pengukuran dengan teknik drone – ground-thruth measurement menghasilkan kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka seluas 184,45 m2. Sesusai dengan Table 3 bahwa pada saat pengukuran kematian terumbu karang 100% terjadi di titik kerusakan 1m dan 2m karena kerusakannya begitu massive hingga membentuk cekungan yang diakibatkan tergerus oleh lunas bagian halauan yang berbentuk V. Kematian 100 % juga terjadi pada titik 3 m dan 4p – 14p pada bagian atas patch reef disebabkan gesekan dengan lambung kapal. Kematian 100% terjadi pada area yang terdampak langsung.
Pada area yang tidak terdampak langsung yaitu pada titik kerusakan 3m, dan 4p -14p, prosentase kematian pada saat pengukuran, diestimasi sebesar 50% (artinya peluang mati dan hidup adalah 50%). Prosentase kematian dapat meningkat seiring dengan berjalannya waktu, artinya waktu pelaksanaan pengukuran semakin jauh dari waktu saat kejadian kejadian akan menyebabkan prosentase kematian akan semakin besar terutama jika reruntuhan fragmentasi rubble tidak mendapat dudukan yang sangat statis. Jika mendapat dudukan yang statis reruntuhan fragmentasi rubble akan dapat bertahan hidup.

Gambar 2. Kumpulan foto yang menunjukkan kareakteristik dan tipe kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka, TNKj akibat vessel-grounding.
Perbandingan Ketiga Teknik
Analisa kerusakan terumbu karang berdasarkan penggunaan teknik drone murni, drone –swim time, drone – ground-truth measurement, dapat dilihat pada Tabel 3. Luas kerusakan terumbu karang terendah pada penggunaan drone murni yaitu 155 m2. Hal ini diduga karena drone menghasilkan foto dibatasi oleh kedalaman perairan. Semakin dalam perairan maka batas kerusakan akan semakin tidak tampak, bahkan tidak dapat menghasilkan foto terumbu karang pada kedalaman lebih dari 5 meter walaupun perairannya cerah. Oleh karena itu diperlukan ground-check.
Ground-check dengan melakukan snorkeling (swim-time), telah mengkoreksi luasan kerusakan terumbu karang, jumlah titik kerusakan dan penyebab kerusakan. Luas kerusakan setelah melakukan snorkeling menjadi 161 m2. Gambar 1 dan Gambar 2, menunjukkan garis deliniasi polygon yang dihasilkan semakin lebar pada Gambar 2 setelah dilaksanakan snorkeling. Titik kerusakan terumbu karang berkurang 2 titik menjadi 14 titik, hal ini disebabkan pada saat snorkeling dapat diketahui bahwa 2 titik terlihat warna putih di Gambar 1, bukan disebabkan oleh lindasan vessel grounding tetapi karena bleaching.

Tabel 3. Perbandingan ketiga teknik pengukuran kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka

No.
Uraian
Drone Murni
Drone – Swim Time
Drone – Ground-truth measurement
1.
Luas kerusakan terumbu karang
155m2
161 m2
184,45 m2
2.
Titik Kerusakan terumbu karang
16 titik
14 titik
14 titik
3.
Penyebab kerusakan terumbu karang
Tidak dapat dibedakan
Bleaching dan lindasan kapal
Bleaching dan lindasan kapal
4.
Tipe kerusakan terumbu karang
Tidak dapat dibedakan
Tidak dapat dibedakan
Tipe massive dan parsial
Sumber : Data primer yang diolah

Ground-check dengan pelaksanaan ground-truth measurement lebih mengkoreksi luasan kerusakan terumbu karang menjadi 184,45m2. Titik kerusakan saat ground-truth measurement sama seperti saat snorkeling. Indentifikasi menjadi lebih jelas, karena terumbu karang yang mengalami bleaching masih utuh bentuk pertumbuhannya dan tidak diketemukan fragmentasi rubble karang pada bagian bawah patch-reef. Kelebihan ground-truth measurement, observer dapat mengidentifikasi tipe kerusakan terumbu karang.
Kelebihan utama ground-truth measurement adalah observer mampu membawa peralatan standar pengukuran dan melaksanakan pengukuran yang yang lebih detail di lokasi. Kondisi ini memungkinkan pengukuran kerusakan terumbu karang yang tidak dapat muncul dengan jelas ketika hanya menggunakan foto aerial mapping yang dilaksanakan drone. Drone dapat menghasilkan gambar kerusakan terumbu karang pada tipe massive baik massive damage maupun absolute damage yang terletak dibagian atas dari patch-reef. Citra yang dihasilkan berwarna putih kompak dan jelas. Sedangkan pada tipe kerusakan terumbu karang parsial di dispersal zone, drone tidak dapat melakukan pengambilan gambar aerial mapping karena letaknya di bagian bawah patch-reef (lebih dalam) dan tersebar dengan berbagai ukuran yang lebih kecil bahakan dalam bentuk sediment halus yang dapat yang dapat menutupi polip karang dan multnya sehingga dapat menyebabkan kematian. Karena tersebar dan ukuran fragmentasi rubble lebih kecil tidak mampu menghasilkan citra gambar warna putih yang kompak dan jelas.
Drone merupakan perangkat yang dapat menghasilkan citra lokasi terjadinya vessel grounding di Gosong Seloka. Citra tersebut memberikan informasi awal tentang penampakan foto yang berbeda di area terumbu karang. Terumbu karang yang terdampak vessel grounding memberikan citra dengan warna putih kompak. Tetapi kondisi tersebut memerlukan ground-check untuk membuktikan apakah warna putih kompak itu karena akibat vessel-grounding atau bukan. Hasil ground-check menunjukkan ada 2  titik kerusakan yang disebabkan oleh bleaching. Artinya citra hasil aerial-mapping oleh drone, memerlukan syarat ground-check untuk memastikan kerusakan terumbu karang di suatu lokasi. Drone juga menjadi penuntun awal sebelum melaksanakan pengukuran kerusakan terumbu karang melalui ground-check dan meminimalisir area pengukuran serta menghemat waktu pelaksanaan pengukuran.
Pengukuran luasan terumbu karang yang rusak, khususnya dalam kasus vessel-grounding memerlukan pengukuran yang mempunyai standar ilmiah untuk dapat diterima dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, pengadilan dan administratif. Tidak mungkin hanya mengandalkan deliniasi dari citra hasil aerial mapping oleh drone, karena mempunyai keterbatasan seperti yang diungkapkan di atas. Selain menggunakan formula yang telah diakui secara ilmiah dan mempunyai daya nalar (logika), juga memerlukan peralatan yang standar pengukuran, seperti meteran yang telah mempunyai SNI (Standar Nasional Indonesia).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Penggunaan drone dalam kasus vessel-grounding kerusakan terumbu karang di Gosong Seloka perairan TNKj adalah alat bantu yang dapat memberikan informasi awal tentang kerusakan terumbu karang berdasarkan penampakan citra yang dihasilkan dan menuntun area ground-check.
2.  Luas kerusakan ekosistem terumbu karang di Gosong Seloka adalah 184,45 m2.


DAFTAR PUSTAKA

DeVantier LM, Done (2007). Inferring Past Outbreaks of The Crown-of Thorns Seastar from Scar Patterns on Coral Heads (in Geological approaches to coral reef ecology) Editor. RB Aronson. Springer, p85-125.
Ginsburg, Robert N.; Gischler, Eberhard; Kiene, William E., 2001. Partial mortality of massive reef-building corals: an index of patch reef condition, Florida Reef Tract. Bulletin of Marine Science, Volume 69, Number 3, November 2001 , pp. 1149-1173(25).
Gomez ED, Alino PM, Yap HT, Licuanan WY (1994) A reviewof the status of Philippine Reef. Mar Pollut Bull 29: 62-68
Indriantoro, N., dan Supomo B. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akutansi dan Manajemen. Yogyakarta. BPFE.



UCAPAN TERIMA KASIH
1. Sutris Haryanta, SH. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 2 Karimunjawa
2. Kristiawan, S. Bio. PEH Ahli Muda (Wakasie SPTN Wilayah 2 Karimunjawa)
3. Yusuf Syaifudin, S.Bio., M.A. PEH Ahli Muda (Humas Balai TNKj)
4. Mulyadi. Wali Data Balai TNKj

Makalah di atas jika isinya diprosentasekan hanya 10% dari Laporan Kerusakan Terumbu Karang di Gosong Seloka akibat vessel grounding
Jika tidak ada halangan, makalah di atas akan kami presentasikan di Universitas Hang Tuah Surabaya tanggal 12 Juli 2018.
Mohon dukungan dari pembaca berupa doa, masukan dan saran. Amien

Tidak ada komentar: